Ketika raja berniat mempersunting Jembawati, Ningrum Kusuma tak bisa menolak. Inggit mengingat cerita itu seakan melihat nasib dan kisah dirinya bersama Soekarno.
Itulah awal babak pertama dari kisah pementasan monolog 'Inggit: Perempuan di Tepi Sejarah' yang diperankan Happy Salma di Teater Jakarta, semalam. Pentas selama 120 menit tersebut menceritakan perjalanan Inggit bertemu Kusno (panggilan kesayangan Soekarno) hingga akhirnya mereka jatuh cinta dan menikah.
Kisah berlanjut sampai Inggit yang selalu menemani hari-hari Kusno, bahkan ketika berada di dalam penjara dan menjadi tahanan politik. Inggit pula yang menyusupkan buku-buku ke balik baju dan membawanya kepada Kusno.
"Ia turut andil ketika Soekarno membacakan pledoi 'Indonesia Menggugat' yang menggentarkan sejarah dunia. Itu berkat jasa Inggit juga," ujar penulis naskah Ahda Imran kepada detikHOT usai pementasan.
Tokoh Inggit yang berpengaruh selama 20 tahun hidup Soekarno bukan berasal dari ruang publik, melainkan domestik. Ia yang membasuh keringat suaminya, mendengarkan keluh kesahnya, memanjakannya, mencumbunya, bahkan Inggit pula yang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.
"Suatu hari Pak Cipto dan kawan-kawannya berada di depan gerbang. Tapi Kusno tak kunjung berangkat, ia berdiri di depan pintu. Ternyata saya sadar belum memberikannya uang saku," ucap Happy yang bermonolog dengan memakai kebaya berwarna coklat dan kain batik motif parang.
Kisah cinta Inggit dan Soekarno pun terguncang ketika mereka berada di Bengkulu dan bertemu Fatmawati. Remaja berusia 16 tahun itu memikat hati Kusno. Bahkan saat suaminya meminta memiliki anak dari keturunannya sendiri.
Pada akhirnya, Inggit merasa tugasnya sebagai istri untuk melayani suaminya sudah selesai. "Aku lebih memilih kembali ke Bandung. Membawa kembali peti tua ini dan semua harga diriku. Tapi satu hal yang ingin aku katakan padamu tentang Kusno, aku tetap menyayanginya," petikan dialog terakhir tersebut menutup pementasan semalam.
(tia/fk)