Jakarta - Di klimaks film ini, Claire Peterson yang diperankan dengan sepenuh hati oleh Jennifer Lopez berteriak-teriak histeris, “Oh my God. Oh My God.” Teriakannya memiliki dua arti. Satu, karena suami dan anaknya sedang terancam bahaya. Kedua, karena Jennifer Lopez sadar, jauh di dalam lubuk hatinya, bahwa dia sedang bermain dalam film bodoh.
'The Boy Next Door' adalah sebuah thriller erotis yang mempunyai napas yang sama dengan 'Basic Instinct', 'Fatal Attraction' atau bahkan 'Swimfan' yang dibintangi oleh Erika Christensen 13 tahun silam. Disutradarai oleh Rob Cohen, film ini mempunyai premis sangat sederhana: seorang istri yang sedang dalam masalah rumah tangga diteror oleh tetangga barunya yang posesif.
Tentu saja tetangga barunya berbentuk seperti patung Yunani dengan otot perut dan bisep yang mengagumkan. Kekerenan si tetangga yang bernama Noah (Ryan Guzman) tidak hanya berhenti di kesempurnaan fisiknya saja, tapi juga pengetahuannya mengetahui literatur. Claire yang digambarkan seorang guru sastra di sekolah SMA tentu saja meleleh melihat anak muda yang melek dengan sastra ini. Sampai akhirnya Noah menjadi posesif dan si the boy next door berubah menjadi psikopat.
Si penulis skrip, Barbara Curry bisa saja menjadi seorang pengacara dalam kehidupan nyata. Namun sebagai seorang pencerita, Curry terlihat seperti badut yang memang ingin ditertawakan. Film ini tidak hanya buruk namun juga membuang semua tindakan logis yang dilakukan oleh orang dewasa saat menghadapi masalah yang serupa. Baik 'Basic Instinct' maupun 'Fatal Attraction' bisa menjadi sebuah thriller sensual yang mengena —dan melegenda— karena cara pembuatnya mendeskripsikan si monster dengan baik. Buktinya, adegan Sharon Stone diwawancara di depan polisi menjadi salah satu adegan paling monumental.
Sementara itu, dalam 'The Boy Next Door', Noah tidak hanya terlihat sok jual kegantengan saja namun juga tidak pernah dijelaskan kenapa dia bisa menjadi begitu posesif. Kegilaannya terasa mendadak dan apapun yang dia lakukan tidak bisa diterima dengan logis. Hal ini sangat berbanding 180 derajat jika mau membandingkannya dengan 'Gone Girl'. Gillian Flynn, sang penulis skrip, tidak hanya menggambarkan sang monster dengan motivasi yang jelas tapi membentuknya sebagai karakter tiga dimensi. Sehingga Amy Dunne benar-benar menghipnotis kesangarannya. Hal yang jelas absen dalam film ini.
Rob Cohen, sutradara yang dulu pernah disebut-sebut sebagai sutradara handal berkat jilid pertama 'The Fast and The Furious' dan juga 'XXX', justru lebih fokus terhadap keseksian dua pemain utamanya daripada menekankan aura menegangkan. Jennifer Lopez terlihat begitu seksi bahkan dalam balutan kostum mengajar di kelas. Ryan Guzman yang terpilih menjadi gula-gula juga tampil dengan bisep kemana-mana selama tiga per empat film.
Secara akting, keduanya juga tampil menyedihkan. Dialog yang begitu norak memang tidak banyak membantu. Tapi tetap saja tidak tertolong. Jennifer Lopez memang masih berusaha keras untuk tampil memelas dan rapuh. Tapi dia tidak bisa membuat Anda percaya bahwa dia seorang guru sastra. Ryan Guzman apalagi. Lulusan film Step Up bagian keempat dan kelima ini hanya mampu tampil meringis dan menjerit-jerit tanpa ada kedalaman karakter.
'The Boy Next Door' memang buruk. Tapi, tetap saja, ada hal yang menarik melihat film kelas B yang dibuat dengan lumayan niat. Dan, Jennifer Lopez memang masih memiliki kharisma yang kuat. Tapi jangan berharap lebih. Cukup diam dan tertawa saja jika Anda melihat banyak hal bodoh. Film ini memiliki banyak sekali momen tersebut.
Candra Aditya penulis, pecinta film. Kini tengah menyelesaikan studinya di Jurusan Film, Binus International, Jakarta.
(mmu/mmu)