Ratusan senjata api dan senjata lain itu lantas dibuat berbagai karya seni yang hasilnya lantas dipamerkan di Mount Lawley Campus, di Edith Cowan University. Berbagai karya seni itu tak melulu dari senjata api. Ada seniman yang membuat foto tentang peluru, bahkan juga kain yang tercabik oleh tembusan peluru.
Nantinya setelah pameran, 40 persen dari keuntungan penjualan karya seni itu akan didonasikan untuk anak-anak yang sakit atas nama kepolisian Australia Barat.
Ini sebenarnya adalah pameran hasil kerjasama kedua yang dilakukan kepolisian dengan universitas. Kurator Sue Starcken menyebut kerjasama pertama sangat sukses, maka digelarlah pameran kedua ini. "Jadi kami mengundang pihak lain untuk terlibat dalam pameran kedua ini," kata Starcken sepert dilansir dari abc.
Starcken dan asistennya Stuart Elliot bertugas mengumpulkan para seniman, mulai dari pelukis, fotografer, pematung bahkan juga desainer fesyen. Mereka dipersilakan mengambil berapapun bagian dari senjata sitaan yang sudah dipreteli itu untuk diubah jadi karya seni.
"Bagian-bagian senjata ini adalah material yang sangat menarik. Tapi kami juga menyadari sejarah potongan benda-benda itu," kata Starcken. "Di sini kami menghadapi benda yang berpotensial memiliki senjarah kekerasan. Jadi kami berusaha memberikan benda-benda ini awal hidup yang baru, makna yang baru."
Judul pameran yang disebut 'Of Spears and Pruning Hooks II', itu diambil dari salah satu bagian dari Injil tentang kedamaian setelah perang. "Meski bukan pameran relijius, namun ada hubungannya dengan pameran ini yang membicarakan tentan sesuatu yang berpotensi jadi sesuatu yang berbahaya jadi sesuatu yang sangat baik."
Starcken mengatakan selama proses kreatif, para seniman merasa sangat tertantang. Tapi mereka juga merasa tersanjung karena proyek seni ini memang menyenangkan. Pameran ini rencananya akan berlangsung hingga tanggal 16 Mei.
(utw/utw)