Belum terselesaikannya tragedi Mei dan munculnya konflik Bima adalah penanda walaupun telah 16 tahun reformasi namun perjuangan untuk adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia masih perlu terus dilakukan.
Peluncuran film dokumenter Marah Di Bumi Lambu dan iklan Hak Atas Tanah sengaja diangkat menjadi tema film dan iklan karena laporan tahunan Komnas HAM menunjukkan konflik tanah berada dalam posisi paling atas permasalahan yang diadukan oleh masyarakat.
Dokumenter konflik di Lambu Bima yang sempat mendapat perhatian nasional juga sengaja dipilih dengan harapan dapat memberikan gambaran kepada publik dan stakeholder bagaimana masyarakat memperjuangkan hak mereka, bagaimana aparat menyikapi warga yang memperjuangkan haknya tersebut, dan bagaimana peran Komnas HAM sebagai salah satu mekanisme HAM nasional dalam kasus tersebut.
Dari keterangan pers yang diterima detikHOT, Senin (12/5/2014), 'Marah di Bumi Lambu' berkisah tentang kenangan masyarakat Lambu pada peristwa Tragedi Sape Lambu 2012 yang menelan tiga korban dari pihak warga. Tragedi ini berawal dari rencana pemerintah daerah Kabupaten Bima merubah kawasan Lambu menjadi daerah pertambangan dengan menerbikan izin usaha pertambangan kepada pemilik modal. Terjadi penolakan oleh warga yang diorganisir oleh mahasiswa.
Penolakan ini dilakukan dengan aksi-aksi demonstrasi yang pada akhirnya menelan korban di pihak warga akibat kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Film arahan sutradara Hafiz Rancajale mencoba merekam kenangan masyarakat tentang rangkaian peristiwa tragedi itu sendiri, rangkaian cerita-cerita kemanusian dan mimpi-mimpi mereka tentang tanah leluhurnya.
(ich/mmu)