Tiga Maestro Tari Tradisi Pentaskan Karyanya di TIM

http://us.images.detik.com/content/2013/12/19/1059/dalam_maestro3.jpgTari Klana Bandopati Losari yang dipentaskan oleh Irawati Durban (Dok.Tia Agnes/ detikHOT)


Jakarta - Sejak 2009 lalu, Dewan Kesenian Jakarta secara konsisten mmenyerahkan penghargaan kepada para empu penari tradisi. Untuk tahun ini, apresiasi ini diberikan kepada tiga maestro.

Mereka adalah Syamsuar Sutan Marajo, 65 tahun asal Solok, Sumatera Barat, Irawati Durban Ardjo, 70 tahun asal Cirebon, Jawa Barat, Serta Amaq Raya, 80 tahun dari Lombok Timur.


"Seni tari tradisi biasanya disebut memiliki pengaruh besar dalam menciptakan tarian di Indonesia, termasuk yang tercermin di para koreografer kontemporer," kata Komite Tari DKJ, Sukarji Sriman di Teater Kecil, TIM, Rabu malam (18/12/2013).


Menurutnya, untuk tahun ini pihak DKJ melakukan pendekatan dari istilah 'tradisi' dan 'tradisional'. Ketiga empu penari yang terpilih ini masing-masing mewakili tiga jenis tari yang ada di wilayahnya.


Seperti Tari Tan Bentan dari Minangkabau adalah tarian antar generasi ke generasi lainnya. Sedangkan tari tradisi dari khas Jawa Barat, Tari Klana Bandopati Losari merupakan salah satu contoh tari tradisi yang diturunkan dari daerah Losari, Cirebon.


Sama halnya dengan Tari Gagak Mandiq dari Lombok Timur karya maestro Amaq Raya menceritakan mengenai burung gagak sebagai simbol kematian. Tarian ini populer pada 1956 sehingga menjadi referensi para penari di Lombok hingga kini.


"Tradisi ini sering dibuat ulang oleh para penari kontemporer. Membicarakannya adalah sebuah perspektif historis-artistik yang tidak pernah ada habisnya," katanya.


Program Maestro!Maestro! ini merupakan acara tahunan DKJ dan selalu mementaskan beragam tari tradisi yang ditarikan sang empu. Serta diadakan workshop maupun diskusi dialog tari.


(tia/utw)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!