Tetap Jadi Pramugari Meski Trauma Kecelakaan Sukhoi

Jakarta - Kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet di Gunung Salak, 9 Mei 2012 lalu masih menyisakan kesedihan mendalam bagi Irene Nur Yuniarti, pramugari di salah satu maskapai penerbangan swasta.

Bagaimana tidak, dua dari pramugari yang menjadi korban adalah teman-teman dekatnya sendiri. Mereka meniti karir bersama hingga ajal memisahkan. "Gimana ya, mereka itu sudah seperti keluarga. Sampai sekarang kalau ingat mereka masih suka nangis," kata Irene kepada detikHOT, Senin (16/12/2013).


Bukan hanya sedih, wanita 27 tahun ini kerap dilanda trauma akibat peristiwa tersebut. Begitupun dengan keluarganya yang meminta ia mencari pekerjaan lain. Namun, kecintaan pada profesi membuat Irene tetap bertahan. Dia sadar, kecelakaan serupa bisa saja menimpa dirinya, tapi kematian tidak pernah ada yang tahu.


"Kecelakaan sebelum Sukhoi aku belum trauma. Mungkin yang Sukhoi itu ada teman-teman jadi korban, jadi ikut ngeri. Cuma balik lagi, umur kita kan enggak ada yang tahu, jadi buat apa ditakuti," ujarnya.


Laras Kalbu Atayu, 23 tahun, punya sikap yang sama. Siapapun yang mendengar berita kecelakaan pesawat hampir pasti diliputi rasa takut. Untuk meminimalisir hal tersebut, ia memperbanyak doa serta ibadah. Baginya, menjadi pramugari adalah profesi yang menyenangkan dan penuh tantangan.


"Aku enggak berpikir pindah profesi karena ada pesawat kecelakaan. Lihat kecelakaan Sukhoi itu aku lebih banyak sedih dan diambil hikmahnya saja biar lebih dekat dengan Tuhan," kata Laras.


(fip/utw)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!