Ditemani dua kuasa hukumnya, Leonard Simorangkir dan Turman Panggabeandi, Rachma menggelar jumpa pers di Universitas Bung Karno, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2013). Ia menyesalkan kenapa film arahan sutradara Hanung Bramantyo itu tetap beredar karena menurut pihaknya, film tersebut cacat hukum.
"Ide awal bukan dari MVP atau Hanung, tapi dari saya. Saya bentuk tim untuk lengkapi bahan, kemudian dituangkan ke timeline, sinopsis, naskah. Itu tahap pertama yang kita lakukan," tutur Rachmawati.
Setelah itu, ia membuat perjanjian dengan MVP dengan dua pokok utama, yakni soal pemilihan pemeran utama dan ideologi Soekarno yang akan diangkat ke film. "Soekarno tokoh bangsa, ini tidak boleh lepas keterkaitan ideologi Soekarno. Dari awal cerita pun harus konsekuen," kata Rachma dengan sedikit emosional.
"Yang ketiga, dalam pnggambaran Soekarno pun harus mencerminkan tokoh dan kebesaran Soekarno," tambah Rachma yang kemudian meneteskan air mata.
Pokok-pokok masalah itulah yang membuat Rachmawati bersebrangan dengan MVP hingga kemudian membatalkan perjanjian. Ia pun meminta MVP untuk segera menghentikan segala bentuk peredaran film dan promosi.
Rachmawati kemudian mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga pada Selasa, 10 Desember 2013 tentang Hak Cipta. Besoknya, pengadilan mengeluarkan penetapan sementara atas perkara dengan nomor 93/Pdt.sus/Hak Cipta/2013/PN.Niaga. Jkt.Pst.
"Berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimungkinkan penetapan sementara. Mereka harus menghentikan (peredaran film) itu,” ujar Turman M. Panggabean.
Dalam penetapan sementara, MVP dan sutradara Hanung Bramantyo juga dituntut menyerahkan master film dan naskah atau skrip pembuatan film Soekarno kepada Rachmawati. DetikHOT mencoba menghubungi Humas MVP Aris Muda untuk meminta tanggapan, namun ia belum menjawab.
(mau/ich)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!