Pria tersebut berpakaian jas lengkap. Di sampingnya terdapat dua orang wanita dengan pakaian senada. Ketiganya tampak dari kalangan berada.
"Siapa kamu? Mengaku aktivis 98 dan memperjuangkan negara ini menjadi reformasi?" pria dekil kembali menghardiknya.
Pria di seberangnya hanya mengaku sebagai seorang wakil direktur perusahaan. Ia tak ingin membuka jati diri sebenarnya. Namun, dengan dibantu senjata tersebut pria dekil itu memaksa agar tetap dibuka kedok jati dirinya.
Hingga ia mengakui sebagai seorang kiai dan politisi ngibul. "Saya bukan siapa-siapa, saya hanya seorang kiai. Ke mana-mana pakai pakaian rapi dan mengelabui siapa saja," katanya merintih.
Sepenggal adegan tersebut merupakan lakon 'Pakaian dan Kepalsuan' yang dipentaskan oleh Teater Studio One dari SMA 1 Kudus, akhir pekan lalu. Naskah yang diadaptasi dari 'The Man with the Green Necktie' itu adalah saduran dari Achdiat K.Mihardja.
"Saya memang tertarik mengambil naskah dari peristiwa 98 dan sosok peralihan yang diambil di atas panggung adalah Wiji Thukul," ucap Yasir kepada detikHOT usai pementasan di Kudus, akhir pekan lalu.
Tak hanya simbol senjata api kosong saja yang dimainkan Yasir, tapi ia juga menyelipkan puisi 'Bunga dan Tembok' sebagai lagu ke dalam lakon. Pementasan yang membutuhkan waktu hampir satu bulan ini, dinilai sukses oleh Yasir.
Grup teater binaannya mampu memenangkan teater terbaik tingkat SMA dan penata artistik terbaik dalam Festival Teater Pelajar Kudus. Tahun lalu, Studio One juga meraih peringkat yang sama dengan naskah 'GEER' karya Putu Wijaya.
(tia/mmu)