Pada tahun 1940-an, Lionel Trilling mencatat bahwa kualitas puisi dalam prinspip Freud, menjadi arahan yang bersifat kontradiktif.
“Kenyataan tragis masa klasik, ia menyajikan pandangan yang tidak mempersempit dan menyederhanakan dunia manusia bagi seniman, tapi sebaliknya ia menyajikan hidup yang terbuka sekaligus rumit," ujar Lionel dilansir BBC (2/05/2014).
Pemikir era postmodern, struktualisme dan post-strukturalisme pun berkembang dari pemikiran Freud. Penelitian dan teori dari Claude Levi-Strauss, Roland Barthes, Jacques Lacan, Michel Foucault, Jacques Derrida, Gilles Deleuze dan Julia Kristeva, semua berakar dari pemikiran Freud.
Susan Sontag berargumen melawan Freud dalam esainya bertajuk Against Interpretation tahun 1964, di mana ia melawan pemikiran erotika dalam seni Freud.
Setelahnya, Harold Bloom membandingkan teori Oedipus kompleks milik Freud dengan puisi dalam buku yang ia tulis tahun 1973, Anxiety of Influence.
Pengaruh Freud berlanjut hingga ke Abad 21. Tapi hari ini, ia muncul lebih sebagai karakter dibanding seorang katalis teori.
Sosok Freud beserta alam pikirnya, menjadi sumber inspirasi kisah fiksi. Kini dapat dilihat novel feminis post-modern seperti Freud’s Sister karya Goce Smilevski, yang terbit pada 2012 lalu. Novel fiksi ini membahas kisah melankolia dari adik bungsu Freud, Adolfina.
Karen Mack dan Jennifer Kaufman mengisahkan kisah romansa dalam buku bertajuk Freud’s Mistress yang dirilis pada 2013. Buku tersebut menceritakan kisah perselingkuhan Freud dengan perempuan bernama Minna, adik bungsu istrinya sendiri Martha.
(ass/ich)