Melacak Jejak Para Perempuan Pencipta Narasi

Jakarta - Perempuan dan narasi adalah dua hal yang kerap bersatu di wilayah yang sama yaitu sastra. Kendati demikian, selama ini yang banyak dibahas adalah bagaimana perempuan ditulis, ditafsirkan, dikonstruksi dan dinarasikan. Lantas, bagaimana dengan perempuan yang menciptakan narasi itu sendiri?

Diskusi mengenai hal tersebut bisa membuka pelacakan panjang hingga ke masa akhir abad ke-18. Yakni, ketika seorang prajurit perempuan di Keraton Mangkunegara menulis catatan harian tentang kehidupan keraton dan politik di Jawa saat itu.


Untuk contoh yang lebih 'populer', bisa disebutkan Kartini yang juga menulis surat-surat yang kemudian dikumpulkan dalam buku 'Door Duisternis tot Licht' (Habis Gelap Terbitlah Terang). Dari kumpulan surat tersebut, Kartini berhasil menciptakan narasi tentang perempuan, keislaman, budaya dan politik, dengan pengaruh besar yang bahkan masih terasa hingga kini.


Lantas bagaimana dengan perempuan-perempuan lain sesudah Kartini? Bagaimana narasi yang mereka ciptakan? Untuk melacak seraya menelaah perempuan yang menulis, yang mampu melahirkan narasi tersendiri dan bagaimana pengaruhnya pada kehidupan kita, Komunitas Salihara akan menggelar diskusi bertajuk 'Perempuan Pencipta Narasi'.


Diskusi digelar di Serambi Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2013) pukul 19.00 WIB. Menampilkan tinjauan dari sudut sejarah dan feminisme, diskusi menghadirkan pembicara seorang peneliti dan aktvis Barisan Perempuan Indonesia (BPI), Ruth Indah Rahayu, dan kajian sastra oleh Aquarini Priyatna, dosen Sastra Inggris di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Pajajaran.


(mmu/mmu)