Balada Johnny Mushroom dari Rancaekek

Jakarta - Kepalaku plontos. Kemejaku Ben Sherman. Celanaku Levi's. Sepatuku Doc Martens. Aku mendengarkan Sham 69, The Business, GBH, dan Rancid. Tapi jiwaku murni seorang hippie, karena The Grateful Dead selalu terngiang di telingaku. Aku menjual magic mushroom. Umurku hampir tigapuluh. Aku lahir dan tinggal di Rancaekek, tapi bergaul di Dago. Namaku Yadi. Orang-orang memanggilku Johnny...Johnny Mushroom.

Kalimat-kalimat pendek yang lincah dan bertabur referensi dari budaya pop itu merupakan petikan dari cerita pendek berjudul 'Johnny Mushroom' karya Zaky Yamani. Cerpen itu kemudian terhimpun dalam buku kumpulan berjudul sama yang diterbitkan oleh Majelis Sastra Bandung pada 2011.


'Johnny Mushroom' adalah sebuah kisah yang menggelitik. Dengan cara bercerita orang pertama, cerpen ini mengisahkan seorang skinhead yang hidupnya kacau, lalu menemukan magic mushroom sebagai malaikat penolongnya. Ia begitu bangga dengan pekerjaannya. Dengan penampilan yang perlente, yang kontras dengan kantong kresek di tangannya, ia menjajakan barang ajaib yang legal itu keliling Dago.


Johnny pun berilusi sebagai orang yang sangat dibutuhkan kehadirannya, dan yakin namanya akan selalu dikenang sebagai semacam legenda: skinhead berjiwa hippie, skinhead yang mendengarkan Sham 69 ketika mabok alkohol, tapi saat mabuk mushroom, hanya The Grateful Dead yang terdengar di telinganya.


Ada 16 cerita pendek dalam kumpulan 'Johnny Mushroom dan Cerita Lainnya'. Seperti kegemaran Zaky menulis kalimat-kalimat pendek dan tangkas, begitu pun dengan cerpen-cerpennya. Ringkas, layaknya sebuah sketsa, namun tetap utuh membentuk satu kesatuan cerita yang meninggalkan kesan yang membekas di kepala pembacanya.


Zaky bercerita tentang dunia dan orang-orang yang terbilang jarang disentuh oleh sastrawan lain. Ia memotret manusia-manusia urban yang penuh lagak dan gaya namun entah sadar atau tidak sebenarnya mereka terpinggirkan. Pelayan toko, penjahat, preman, pengangguran, berandal ditampilkan oleh Zaky tanpa pretensi untuk menghakimi, atau menjadikan mereka kendaraan untuk mengkotbahkan soal moral.


Layaknya sketsa, kisah-kisah itu hadir sebagai kilasan realitas sosial, jujur, apa adanya. Namun, dengan pilihan pada narasi-narasi "kecil" itu, Zaky berhasil menyajikan sebuah panggung perenungan yang lugas, tak hitam-putih. Seperti tercemin dari penuturan Johnny Mushroom ini:


Sudah dua tahun ini ganja sulit didapat. Banyak bandar yang ditangkap polisi, juga mereka yang sekedar memakai. Walau legal, alkohol seringkali membosankan. Lebih dari itu, alkohol membuat orang ingin marah-marah dan berkelahi. Orang-orang membutuhkan sesuatu yang bisa membuat santai, damai. Memebuat fly, tapi legal.


Zaky Yamani lahir di Bandung pada 1978. Selain menulis fiksi, ia bekerja sebagai wartawan di 'Pikiran Rakyat' sejak 2002. Pada 2006, ia mendapapatkan beasiswa untuk menempuh pendidikan pascasarjana di Master of Art in Journalism di Ateneo de Manila University, Filipina. Setelah kumpulan cerpen 'Johnny Mushroom dan Cerita Lainnya', serta dua buku non fiksi, tahun ini peraih Developing Asia Journalisme Awards dan Anugrah Adiwarta Sampoerna itu merilis novel perdananya, 'Bandar'.


(mmu/mmu)