Bagaimana Politik Sayap Kiri Mengubah Seni

Jakarta - Pemikiran progresif, anti-kemapanan, gerakan bawah tanah dan ragam alternatif cara pikir yang melawan sebuah hegemoni telah menemukan jalan mereka untuk menuangkan kreasi di atas kanvas.

Seniman seperti Jacques-Louis David hingga Guerrilla Girls telah dikenal atas kreatifitas dengan nilai provokatif yang dikandung. Bahkan, seabad lalu di dataran Eropa, bisa dibilang seni berhaluan kiri, tak diragukan. Meski beberapa figur kontemporer masih memiliki tempat dengan sikap konservatif mereka.


Untuk kembali merayakan bagaimana liarnya seni yang dari pencipta revolusioner, penerapan teori kesetaraan dan bagaimana proposisi dari ekonomi alternatif telah ikut memberi dampak pada seni.


Maka di sebuah tempat bernama Tate Liverpool, digelar sebuah pameran dengan judul 'Art Turning Left: How Values Changed Making 1789–2013'. Pameran ini akan terus berlangsung hingga 2 Febuari 2013.


Pameran ini diikuti oleh banyak seniman dari seluruh dunia, seperti Francis Alÿs, Gerd Arntz, Atelier Populaire, Black Mask, Marianne Brandt, Liubov Popova dan masih banyak lagi.


Pesannya jelas, yaitu mengenai kolektivisme, kesetaraan dan kebersamaan untuk mencari celah ekonomi alternatif. Pada pameran ini para seniman juga banyak mengaitkan soal seni dan keseharian manusia, semua ditumpahkan pada karya mereka.


Pameran tematik ini ingin memudahkan para pengunjung untuk melihat banyaknya barang seni bersejarah agar lebih kontekstual. Ada banyak koleksi tak bertuan disini yang menunjukkan bagaimana serangan pasar kapitalis.


"Apa seni bisa mempengaruhi semua orang, apa penting jika kita tahu siapa senimannya atau tidak, apa kesetaraan mengubah bagaimana cara seni dibuat?" ujar kritikus seni, Laura Cumming, dilansir dari Huffington Post (03/01/2014).


(ass/utw)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!