Suasana pameran di Galeri Cipta III. (Firda Puri Agustine/detikHOT)
Jitet punya cerita betapa kalang kabutnya ia ketika rencana editorial tiba-tiba berubah. Yang bikin pusing lantaran tema menyangkut hal sensitif. Wajah mendadak pucat, jantung pun berdegup kencang.
"Saya baru datang ke kantor jam 12-an. Sementara deadline jam 2 siang. Dikasih tahu bahwa di halaman sekian akan ada ilustrasi. Pas baca temanya, waduh... mampus aku. Soal sunat perempuan. Gimana coba," kata Jitet kepada DetikHOT, Sabtu (28/12/2013).
Dalam rentang waktu terbatas, imajinasi bapak empat anak ini mulai berkelana. Namun, tidak mudah. Diperlukan kecermatan tingkat tinggi agar karya yang dihasilkan tidak menyinggung siapapun.
Otak Jitet berpikir keras. Rokok tak lepas dari genggaman. Begitu pula kopi hitam yang hampir habis segelas. Segala yang berbau suku, agama, ras, dan antar golongan tertentu (SARA) adalah sesuatu yang begitu rentan konflik.
Tekanan tambah hebat manakala sang penjaga halaman adalah seorang wanita perfeksionis yang terkenal galak, cerewet, serta hobi mengkritik. Dunia rasanya berubah gelap. "Keringat keluar semua, pucat. Sudah temanya sulit, yang jaga juga galak. Kalau enggak pintar ngeles ya habis. Akhirnya, saya kumpulin ayat-ayat kartun cari ide," ujarnya.
Mendekati jam dua siang mulailah terlihat titik terang. Pria nyentrik yang hobi pakai celana jins ini melihat sebuah gambar kertas putih dan simbol gunting. "Ketemu kertas putih ada simbol gunting dipotong, dihapus tangan perempuan. Deg-degan juga karena sudah deadline, bisa dipenggal saya kalau salah. Eh, ternyata disetujui, ya sudah naik cetak," kata Jitet.
(fip/utw)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!