"Dosen dari ITB menghubungi saya, untuk menciptakan angklungnya, sementara mereka sudah ada sistem softwarenya," ujar pendiri dari Bale Angklung Bandung, Handiman Diratmasasmita kepada detikHOT.
Hasil kolaborasi bersama ini, diakui Handiman, tak ada kendala apa pun. Ia hanya membuat angklung dalam ukuran besar dan berjumlah banyak. Serta kayu penyanggah laiknya meja. Gunanya untuk menyatukan angklung-angklung tersebut.
"Kalau satu angklung bisa dibuat sekitar seminggu atau sepuluh hari, untuk klungbot secara keseluruhan bisa sampai sekitar 3 bulanan," ujarnya.
Pihak ITB pun hanya ingin menggunakan angklung salah satu buatan murid Daeng Soetigna, Bapak Angklung Indonesia ini. Handiman tak mengetahui alasannya. "Saya dipercaya yah buat langsung saja. Desain dan segala macamnya juga dibicarakan bersama."
Penjaga stand Angklung Robot, Wita dari Hatsuka yaitu agen penjualan tunggal alat ini mengiyakan perkataan Handiman. Menurutnya, pencipta teknologi dan pihak ITB hanya ingin angklung buatan Handiman. "Sudah terpercaya kualitasnya, murid langsung Pak Daeng juga," ujarnya.
Wita menjelaskan asal muasal pembuatan klungbot. Mesin ini adalah buatan anak dosen Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bernama Kirana.
Dari ide Kirana, bersama ayahnya dan beberapa mahasiswa Teknik Fisika ITB lainnya, mereka membuat nada yang setara dengan orkestra angklung sebanyak 15 orang. Awalnya, hanya ada 8 nada saja.
Setelah pembuatan nada, kata Wita, proses berikutnya adalah membuat sebuah software untuk mengatur nada yang ingin dihasilkan. "Jadi, di laptop sudah ada lagu-lagu yang diaransemen dan sudah dimasukan ke software. Kita tinggal klik saja," katanya.
Angklung-angklung yang ada di mesin klungbot tersebut pun bergerak dengan sendirinya, sesuai dengan lagu yang sedang dimainkan tanpa disentuh. Ia bisa bermain laiknya keyboad listrik.
Para pengunjung Festival Musik Bambu Nusantara pun banyak yang terkesima dengan hasil temuan ini. Wita mengatakan untuk harga jualnya, satu buah klungbot dihargai Rp 9 juta. Sedangkan sewa alatnya untuk 2 jam yakni Rp 2,2 juta.
Harga tersebut diakuinya setimpal dengan kreativitas dan modifikasi para penciptanya. Hingga kini sudah ada dua pembeli yakni perusahaan telepon seluler Nokia dan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Klungbot sendiri sudah mendapatkan penghargaan di berbagai ajang. Di antaranya finalis Young National Award yang diadakan LIPI Jakarta (November 2010), juara pertama Unique Robot yang diselenggarakan Parahyangan Robotic Competition Bandung (Juni 2011), serta pemenang Indonesia ICT Award 2011 kategori Research and Development dari Depkominfo dan lain-lain.
Selanjutnya guna mempopulerkan mesin ini, Wita akan mengikuti ajang-ajang penelitian dan festival budaya nasional. "Kita mau kasih tahu angklung ini bukan alat musik tradisional, tapi bisa dimodifikasi menjadi teknologi yang wow sekali, seperti keyboard listrik," ujarnya.
(utw/utw)
Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!