Di usianya yang menginjak setengah abad, Budjana memamerkan ke 34 koleksi gitar lukisnya. Tak hanya itu dia juga meluncurkan buku berjudul 'Dawai Dawai Dewa Budjana' di Museum Nasional Jakarta, 31 Agustus sampai dengan 1 September.
"Sebenarnya saya mulai suka gitar lukis sejak 2010," katanya kepada detikHOT saat bedah bukunya Sabtu (31/8/2013).
Baginya memang ada perbedaan perasaan antara gitar biasa dan gitar lukis. "Saya tidak tahu psikis atau efeknya tapi kalau kosong seperti ada yang hilang saja."
Pada awalnya Budjana hanya mengkoleksi 37 gitar lukis. Namun 3 gitar yang dikirimkan ke pelukis tak dikembalikan. "Yah itu sudah jadi risiko saya, tak apalah," kata suami dari Putu Borawati ini.
Untuk soal nama dari pelukis-pelukis, ia mengaku memilih-milihnya meski tidak begitu tahu dunia seni rupa di Indonesia. Budjana dibantu oleh mertuanya yang juga mempunyai galeri di Bali dan seniman Putu Sutawijaya.
"Saya banyak tahu juga dari Pak Putu, saya punya beberapa nama seniman, saya tanyakan perlu dia enggak? Kata Pak Putu, oh bagus itu buat dunia seni rupa," kata Budjana. Namun memang ada beberapa nama seniman yang ditolak dengan halus oleh Putu.
Seperti proses pertemuannya dengan seniman Teguh Ostenrik yang membuat gitar Budjana dilas dan dipenuhi oleh baja-baja. Budjana dikenalkan kepada Teguh oleh seorang teman saat bertemu di Bentara Budaya Jakarta.
"Terus saya disuruh ngomong sama Teguh. Lah mau ngomong apa saya, karena sebelum ngobrol sama saya, mereka pakai bahasa Jawa. Ternyata dia mau karena teman saya, bukan karena kenal dengan Dewa Budjana," kata Budjana.
(utw/utw)