Di dalam museum terdapat koleksi benda-benda seni seperti patung F.Widayanto, memorabilia keluarga Toety Heraty, dan sekitar 300 lukisan dari old master hingga kontemporer.
Wakil Ketua Akademi Jakarta ini mengatakan awalnya Cemara 6 dibuka sebagai galeri untuk tempat eksibisi dan kegiatan seni budaya pada 27 November 1993 lalu. "Tapi saya pikir saya tinggal sendiri dan ingin menikmati koleksi saya dengan masyarakat luas," ujarnya usai peresmian Rabu lalu (16/4/2014).
Di kediaman pribadinya ini, juga terdapat nilai historis bagi ibukota Jakarta. Seperti ketika terjadi rapat reformasi, rapat jelang demo Suara Ibu Peduli di Bundaran HI pada 1998 silam, dan banyak agenda lainnya. "Tempat ini menjadi tempat yang bersejarah karena adanya kebangkitan di segala bidang," kata Toety.
Mantan Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini juga mengatakan jika semua koleksinya bisa dilihat dengan bebas dan terbuka untuk umum. Tiket masuk museum dihargai Rp 10 ribu termasuk minuman pembuka dan snack.
Di bangunan ini terdiri dari ruang pameran, perpustakaan, auditorium, ruang rapat, kafe, dan lima kamar homestay seharga Rp 300 ribu bagi pengunjung yang ingin menginap.
Di ruangan-ruangan tersebut digantung lukisan-lukisan dari berbagai aliran, jaman, mazhab, dan yang mencerminkan nilai dan historisnya. "Saya sangat mencintai dunia seni. Seni adalah salah satu hal yang saya rasa bisa menjadikan bangsa ini bangkit, ekspresif, dan kreatif," katanya.
Tanpa bermaksud menjadi kolektor, ia memiliki karya dari 60 perupa Indonesia. Misalnya Basoeki Abdullah, Agus Djaja, Salim Zaini, Affandi, Kartika Affandi, Nunung WS, Bagong Kusudiardjo, Hendra Gunawan, Teguh Ostenrik, Chandra Johan dan lain-lain.
(tia/utw)