Peluncuran yang diisi diskusi tersebut dihadiri sekitar 50-an penggemar Pram, kawan main Pram, dan rekan-rekan Soesilo. Soesilo, 78 tahun, adalah adik kandung Pram dan sama-sama pernah jadi tahanan politik.
Buku 'Pram dalam Kelambu' berisi kritik Soesilo terhadap karya-karya kakaknya. “Pram kan selalu berpesan, kritik saya, bantai saya. Jadi isi buku ini bukan puji-pujian saja,” ujar Soesilo.
Soesilo menggunakan daftar pustaka yang tak main-main sebagai pangkal tolak. Seperti buku-buku ternama 'Considerations on the Causes of the Grandeur and Decadence of the Romans' (1882) yang ditulis Montesquieu, 'The Indonesian Killings of 1965-1966: Studies from Java and Bali' (1990) oleh Robert Cribb, dan 'Radicalism After Communism in Two Southeast Asian Countries' (1990) oleh Ben Anderson selain buku-buku yang ditulis Pramoedya Ananta Toer.
'Pram dalam Kelambu' adalah seri ke-2 dari lima setelah 'Pram dari Dalam' yang terbit pada 2013 lalu. Rencananya, akan ada buku yang menyusul 'Pram dalam Bubu', 'Pram dalam Belenggu', dan 'Pram dalam Tunggu'. “Tiga lainnya akan terbit tahun ini juga,” ujar Soesilo di Blora.
Karya Pram yang sejauh ini sudah dicetak ada 50-an judul buku, asli dan terjemahan. Menurut Soesilo, jumlah itu sedikit dibandingkan penulis lainnya seperti Ajip Rosidi dan Motinggo Busye.
“Pram menulis makin bagus ketika dia ditahan, karena di luar dia tak bisa konsentrasi menulis. Dan kalau Orde Baru lebih kejam lagi, mungkin Pram akan menulis lebih bagus lagi.&rdquo
Soesilo Toer menempuh pendidikan dasar di Blora. Ia menempuh pendidikan di tingkat menengah hingga diploma di Jakarta dan Bogor. Dia memperoleh gelar master di Universitas Patrice Lumumba, Uni Soviet (sekarang Rusia) dan doktor di Institut Plekhanov di bidang politik dan ekonomi.
Disertasinya berupa kritik terhadap marxisme sekaligus kapitalisme dengan mengajukan alternatif jalan ketiga: kearifan lokal. Saat ini, dia tinggal di Blora bersama istri, Suratiyem, dan anak semata wayang mereka, Benee Santoso.
(tia/tia)