Space Records dan Pembaruan Musik

Jakarta - Pattraditya Pangestu mengawali pengembangan label Space Records setelah menjadi manajer dari grup Space System, yang terbentuk pada tahun 2005. Saat ia itu menyadari bahwa karya-karya musikal dari Space System harus dikelola dan digarap dengan tepat. Terutama dalam model pendistribusian karyanya.

Berselang satu tahun dari kelahiran grup musik tersebut, lahirlah Space Records. "Pada saat itu bisa dikatakan sudah banyak perusahaan label rekaman baik major maupun indie yang ada, namun jujur saja, kami merasa tidak ada moda yang tepat secara musikalitas maupun pengelolaan untuk grup seperti Space System. Jadi kami putuskan untuk mendirikan Space Records," ujar Pattraditya kepada detikHOT pada Kamis (22/8/2013)


Seiring berjalannya waktu, Pattraditya bersama tim di Space Records terus menggali pengetahuan soal musik dan industrinya. Kini ia menjalankan label rekaman tersebut dengan semangat agar bisa memiliki peran dan fungsi yang positif dalam sebuah mata rantai industri musik yang sehat.


"Disini Space Records melihat setiap jenis musik pasti memiliki audiens-nya masing-masing. Dengan itu maka kami berkewajiban untuk memobilisasi dan mendistribusikan karya musik tersebut ke audiens yang tepat. Sekecil apapun audiens-nya."


Kini ada sekitar 11 musisi dan grup musik yang tergabung dengan Space Records. Diantaranya, Space System, Voyagers of Icarie, Curah Melodia Mandiri, Svarghi, Iblis Kotor, Ghaust, Duck Dive, Suarasama, dan lainnya. Jenis produk yang mereka keluarkan adalah CD fisik dan online.


Beberapa musisi dan grup musik yang tergabung dengan Space Records, sudah mulai menggaungkan karyanya pada kancah global. Seperti Space System yang telah bekerja sama dengan dengan label asal Glasgow, Skotlandia, yakni Optimo Music dan Pizzico Records, Italia. Juga Suara yang telah bekerja sama dengan label Drag City Records di Amerika Serikat dan Duck Dive dengan Synth Series di Perancis.


Namun, ia mengakui beberapa musisi atau grup musik sebelum bergabung dengan Space Records, memang telah terjun di ranah musik global. "Banyak musisi atau grup musik yang sudah masuk ke dunia musik global sebelum bekerja sama dengan Space Records, dan ada juga yang bekerja sama dengan pihak luar negeri melalui relasi Space Records," ujarnya.


Pattraditya menuturkan bagaimana perbandingan kondisi penjualan CD fisik dan online sekarang ini. "Bila melihat statistik dari penjualan musik, memang penjualan file digital sangat meningkat, penjualan CD menurun, dan piringan hitam hidup kembali." Namun ia yakin, CD fisik tidak akan pernah mati, seperti halnya kaset yang tak pernah mati, dan piringan hitam yang kini justru meningkat kembali.


Pria berusia 28 tahun ini, juga berharap bahwa keberadaan Space Records dapat menyuguhkan musik yang segar dan berkualitas, baik dalam tataran lokal maupun global. Targetnya adalah pendengar dan pecinta musik secara luas. "Khususnya bagi pendengar yang mengharapkan pembaruan pada musik yang beredar di sekeliling mereka," tuturnya.


Menurutnya, pemisahan antara label major dan indie disebabkan karena fungsinya yang berbeda, namun keduanya sama-sama diperlukan. Ia menjelaskan bahwa pergerakan label indie sudah dimulai di barat pada tahun 70-an.


"Sebutan label major biasanya diberikan kepada perusahaan rekaman yang sudah mapan dan memiliki jumlah operasional dengan skala besar." Sementara label indie merupakan gerakan penyebarluasan rekaman di luar jalur konvensional, yang telah dibangun oleh label major.


Proyek yang dalam waktu dekat akan mereka rampungkan adalah album dari alm. I Wayan Sadra berjudul Music Composition by I Wayan Sadra. Juga sebuah album kolaborasi berjudul Mashed dari Curah Melodia Mandiri.


(utw/utw)