Siapa Shelvy Arifin Direktur Baru Perum Produksi Film Negara?

Jakarta - Terhitung sejak 15 Juli lalu, Menteri BUMN Dahlan Iskan resmi menunjuk Shelvy Arifin sebagai Direktur Utama Perum Produksi Film Negara (PFN). Siapa sosok yang dipercayakan Dahlan itu?

Dari profilnya di Linkedin, Shelvy memulai kariernya sebagai Promotion Manager di Kabelvision pada 1996 hingga 1999. Wanita berhijab lulusan Universitas Indonesia itu kemudian meneruskan pengalaman bekerjanya di berbagai perusahaan lain yang berfokus pada kegiatan kehumasan dan media sosial.


Pada 2010 lalu, ia bekerja pada Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai Project Manager PR & Cultural Events World Expo 2010 di Shanghai. Saat ini ia bekerja sebagai konsultan media sosial dan Direktur RED Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang strategic plan dan analisis.


Dahlan menunjuk Shelvy karena ingin BUMN yang sempat eksis dengan 'Si Unyil' itu dikembangkan kembali dengan ide-ide kreatif anak muda.


"Misalnya memproduksi film anak-anak, baik yang animasi ataupun non animasi. Kedua memproduksi film-film sejenis mega struktur, kayak Discovery Channel, isinya mengenai pengerjaan proyek jalan tol Bali tapi dikemas dengan cara yang menyenangkan dan tidak monoton yang layak ditonton orang banyak. Pokoknya buat film tentang proyek besar anak bangsa lah," tutur Dahlan Iskan seperti dikutip dari detikFinance.


PFN merupakan salah satu perintis industri film di Indonesia. Lahirnya perusahaan ini diawali dengan pendirian perusahaan film oleh Albert Ballink pada 1934 yang bernama Java Pacific Film. Java Pacific Film terpisah dengan Kolonial Institute atau Institut Kolonial yang pada 1919 memproduksi film "Onze Oost" atau "Timur Milik Kita".


Kemudian JPF berubah menjadi ANIF yang berubah lagi menjadi Nippon Eiga Sha, sebelum akhirnya menjadi Perusahaan Film Negara (PFN) di tahun 1975.


Di masa lalu, PFN cukup produktif dalam menghasilkan film-film bertema nasional. Menurut data dari Indonesian Film Center, pada tahun 1980-an ada sekitar 11 film yang diproduksi. Mulai dari 'Laki-laki dari Nusakambangan', 'Pengkhianatan G-30-S PKI', 'Djakarta 1966', hingga 'Penumpasan Sisa-sisa PKI Blitar Selatan (Operasi Trisula)'.Namun sejak era 1990-an, produksi film PFN mulai menyurut, dan kini seperti mati suri.


Film-film produksi PFN juga sempat menang di berbagai festival film, baik dari dalam dan luar negeri. Pada 1994 silam, film berjudul 'Surat untuk Bidadari' menang penghargaan Film Terbaik di Festival Film Taormina, Italia. Film tersebut pun berhak atas piala Piala Cariddi d'Oro. Film 'Djakarta 1966' juga menang beberapa penghargaaan di Festival Film Bandung 1989.


Setelah PFN dipegang kalangan muda yang memiliki ide kreatif, apakah Anda optimis BUMN tersebut akan bangkit dari 'mati suri' dan mengembalikan kejayaannya di masa lalu? Kirim komentar Anda lewat kolom di bawah ini!


(ich/ich)