RHARHARHA: Benci Seni Bermakna Keindahan Semata

Jakarta - Mirip dengan Ryan dengan sosok The Popo-nya, seniman Andi RHARHARHA pun gemar mengeksplorasi dunia seni jalanan yang bisa langsung berhadapan dengan publik.

Hanya saja Andi lebih memilih lakban sebagai media karyanya. Kepada detikHot Selasa (30/7/2013) di basecamp Indonesian Street Art Database (ISAD), Jakarta, Andi menunjukkan salah satu karyanya tentang hilangnya ruang bermain untuk anak-anak Jakarta.


Andi RHARHARHA adalah seorang seniman urban jebolan seni rupa Institut Kesenian Jakarta, yang aktif untuk melakukan kampanye sosial lewat seni yang ia geluti.


Bukan hanya itu, selama ini ia banyak terlibat dalam demonstrasi sosial dan menyuarakan gagasannya dengan Tape Art ditengah pendemo yang mengangkat tema keberagaman atau pemenuhan hak-hak dasar manusia di Indonesia.


"Gagasannya memberi suara kepada orang yang tidak bisa bersuara, sebenarnya pergerakannya seperti itu. Sebenarnya gue selalu benci kalo seni udah ngomongin estetika dalam artian yang indah-indah, beauty tapi palsu," kata Andi.


***


Media lakban yang dipadu dengan jalanan juga tembok-tembok di ruang publik, menjadi pilihan Andi RHARHARHA dalam melakukan aksi protes yang memasukkan unsur seni.


Untuk hal ini ia pun meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia, atas keahliannya memanfaatkan lakban dan penggunaan lakban terpanjang, 570 meter.


Lalu apa yang menjadi ide menuangkan seni dengan lakban, Andi RHARHARHA menjelaskan. "Seni rupa kan eksplorasi medium ya, bagaimana kita bisa membuat karya dari berbagai medium, jadi ini penemuan aja, lakban cuma bagian dari eksperimentasi."


Andi RHARHARHA juga merupakan salah satu pendiri Indonesian Street Art Database (ISAD), tahun 2011. Ini merupakan wadah pendokumentasian pengarsipan street art Indonesia. Selain menyimpan arsip foto dalam bentuk data dari gambar-gambar yang masuk kategori street art untuk diperluas via internet, ISAD sendiri memiliki beberapa kegiatan lain seperti melakukan diskusi berkala mengenai street art.


Pembicaranya beragam, beberapa nama yang pernah memberikan materi dalam diskusi ini adalah Ade Darmawan, Dorin Lee yang berasal dari Northeastern University - Boston, Jamie Irwansyah dan masih banyak lagi.


Mereka juga banyak menerima tamu-tamu yang merupakan street artist dari belahan dunia lain, Andi RHARHARHA menceritakan bagaimana ISAD bisa menjalin jaringan ini. "Jejaring komunitas kan memanfaatkan segala media kekinian untuk berjejaring, kita terkoneksi lewat jejaring sosial, mulut ke mulut, teman ke teman. Indonesia juga salah satu tempat bertemunya street artist dari banyak negara, lebih terbuka daripada di Malaysia, Thailand dan negara lain di Asia," ujarnya.


***


Bicara lebih jauh mengenai street art itu sendiri, Andi RHARHARHA coba menjelaskan apa pesan yang terkandung di dalam street art. "Kalau paham spirit-nya, ini kan jalanan banget, kalau kita hidup di jalan, loe tau kerasnya jalanan? Ini adalah gagasan tentang kreatifitas sosial yang dikembangkan di ruang-ruang kota. Street art sebenarnya punya strateginya sendiri, dia sebagai kontrol sosial, juga sebagai counter-culture," jelasnya. "Street art punya peran penting untuk mengkritik."


Bicara inspirasi, Andi RHARHARHA mengakui kekagumannya kepada salah seorang street artist dengan identitas BNE, yang berasal dari kota New York, Amerika Serikat. Menurutnya BNE telah banyak menuliskan tag identitasnya di berbagai negara di seluruh dunia, dengan misi membawa perubahan sosial yang lebih baik.


"Dia graffiti artist yang sering keliling dunia lebih dari sepuluh tahun, dari perjalan itu dia merefleksi diri dan menemukan tiap negara memiliki masalah kritis masing-masing. Ia berpikir bisa berkontribusi apa, akhirnya dia mendirikan BNE Water Foundation, dia menjual produk dan karya untuk berkontribusi pada ketersediaan air bersih," jelasnya.


Selain street artist asal luar negeri, Andi RHARHARHA juga mengaggumi Pak Nur, salah seorang street artist lokal yang tidak memiliki latar belakang pendidikan seni, tinggal di kolong jembatan, namun karyanya bisa sangat vokal. "Seperti Pak Nur, seniman sebenarnya apapun karya yang ia buat akan merefleksikan keseharian dia, bisa mewakili keresahan dan harapannya."


***


Isu yang merupakan inti dalam semua karya yang dibuat oleh Andi RHARHARHA adalah mengenai kemanusiaan, ini juga yang membuatnya seolah tak bisa berhenti menunggu perubahan sambil duduk manis dan tak mau bergerak.


"Gue pengen jadi manusia aja, kayak menunggu kebangkitan humanity, sampai kapan ini momentumnya, ini sudah kritis banget, seperti di Indonesia orang bisa saling bunuh, itu aja kita enggak turun dijalan, kapan humanity di Indonesia mau bangkit? Begitu banyak komunitas atas nama sosial di Indonesia, tapi enggak ada mengerucutnya," ujar Andi RHARHARHA bersemangat.


Andi juga memiliki kritik terhadap tubuh seni itu sendiri, terutama untuk frame di Indonesia. Ia membahas soal kesadaran para seniman, untuk ikut berkontribusi dalam gerakan-gerakan yang bisa membawa perubahan sosial ke arah yang lebih baik.


"Seni punya peran dalam gerakan perubahan sosial, apa hal ini sudah disadari banget oleh seniman, yang mengaku wacananya kontemporer? Seni kan enggak bisa berdiri sendiri, ini harus berhubungan dengan kehidupan yang lain.


Seni datang dari respon kehidupan sesungguhnya, kehidupan sekarang ini kan sedang kritis ada banyak masalah tentang keberagaman dan lainnya, sebenarnya ini kan harus diprovokasi." Menurutnya, syarat mutlak untuk membuat perubahan sosial ialah dengan adanya kreatifitas sosial.


Meski begitu, si anak jalanan ini, bukannya anti terhadap eksibisi seni di galeri. Ia pernah mengikuti rentetan acara eksibisi di berbagai galeri seperti Salihara, Dialogue Art Space, ruangrupa, Taman Ismain Marzuki dan lainnya.


Ia juga pernah memperkenalkan karyanya di negara lain seperti di Yangon - Myanmar, Australia dan Malaysia. "Strateginya beda di dalam ruangan dan di luar, kalau di dalam ruangan kita sudah tahu ruangan ini bisa dimanfaatkan seperti apa, kesadaran ruangnya berbeda. Kalau di ruang publik kita enggak bisa mapping dulu, jadi management-nya juga beda."


(utw/utw)