"Sebelum diterbitkan menjadi buku komik, per episodenya mereka terbitkan dulu di antologi atau majalah komik," kata pengamat komik Hikmat Darmawan kepada detikHOT.
Di Amerika dan Indonesia sendiri tidak ada cara seperti itu, sehingga para penerbit seperti menebak buah manggis dalam pasar. "Jadinya bisa untung atau rugi."
Hingga kini, kata pendiri Akademi Samali tersebut, pasar manga terjemahan penulis asli Jepang untuk di Indonesia masih terbuka luas. Meski komik dari Korea Selatan atau disebut manhwa mulai menyebar di rak-rak buku.
"Manhwa ini ada di Indonesia baru belakangan ini saja. Tapi pembaca manga dan manhwa ini porsinya berimbang. Kadang kan orang Indonesia suka J-Pop tapi juga suka K-Pop," ujarnya.
Lantaran pasar global sudah makin terbuka, para komikus dan pelaku industri manga di Jepang pun mulai mempromosikan karyanya ke luar negeri. Tadinya, kata Hikmat mereka hanya membuat komik bagi warganya saja, tanpa niat menjualnya ke luar Jepang. Namun ternyata animo masyarakat terhadap manga begitu besar di dunia.
"Mereka bikin buat warga negaranya saja. Beda dengan komikus Indonesia yang justru mau dibaca sama orang luar Indonesia. Ha..ha..ha," katanya.
Selain itu, sekarang sudah ada beberapa komikus Jepang yang memang mempunyai kesadaran internasional. Di antaranya Taiyo Matsumoto yang memulai debutnya dengan komik Afternoon dan Jiro Taniguchi yang terkenal dengan Bocchan no Jidai, Icare, dan Haruka na Machi e. Karya mereka dihargai di Eropa dan tentu saja di negaranya sendiri.
Dalam kultur pop, Hikmat menceritakan jika manga masuk ke Amerika dan Eropa pada tahun 1980an. Baru tahun 1990, dunia menyambut Avengelion karya Hideaki Anno sebagai subkultur global yang diterima masyarakat luas. Pada tahun 2000, graphic novel di Amerika Serikat didominasi juga oleh manga yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris.
Di Indonesia sendiri, kini pasar manga dan manhwa sama besarnya. Tapi, komik Eropa sudah mulai tumbuh kembali dan makin banyak terdapat referensi di toko buku. "Pasar ini akan membesar dalam lima atau sepuluh tahun mendatang. Nantinya peluangnya akan berebut dengan komik lokal," ujar Hikmat.
Hal yang sama juga dikatakan oleh comic artist Alex Irzaqi, 27 tahun. Tren manga yang sudah menggila sejak tahun 1990an, akan ada titik jenuh.
"Bosen baca terus. Komikus Indonesia sudah banyak yang pandai bikin komik. Pada saatnya nanti komikus Indonesia kualitasnya sudah oke, manga sudah akan turun. Mungkin akan berganti dengan tren komik lainnya," katanya.
(utw/utw)