Raden Saleh Juga Anggota Pertama Kelompok Peneliti di Belanda

Jakarta - Tak salah jika disebut Raden Saleh bukan sekadar pelopor seni modern Indonesia, tapi juga seorang ilmuwan. Ini buktinya.

Selama tinggal di Belanda, Raden Saleh didukung dan dilindungi oleh Jean Chretrien Baud. Baud sendiri adalah salah satu pendiri

Koninklijk Institut Voor taal- Land - en Volkenkunde (KITLV) pada tahun 1851.


KITLV adalah institusi pengkajian Asia Tenggara dan Karibia milik Kerajaan Belanda. Tak heran, saat KITLV berdiri, Raden Saleh menjadi salah satu anggota pertama di institusi ini.


"Raden Saleh termasuk anggota tertua KITLV, saya bisa tunjukkan daftar anggota pertama KITLV, dan disana ada namanya, Raden Saleh - Batavia," ujar Dr. Roger Tol, Direktur KITLV-Jakarta, kepada detikHOT pada Kamis (29/8/2013) di kantor KITLV, Jl. Prapanca Raya 95 A, Kebayoran baru, Jakarta Selatan.



Pada Januari 2013 lalu, KITLV bersama beberapa lembaga terkait mengadakan pameran bertajuk Mapping The History. Beberapa karya yang dipampang pada pameran ini adalah lukisan asli Raden Saleh. "Kami tertarik dengan Raden Saleh, karena Baud, pendiri KITLV, memiliki hubungan dekat dengan Raden Saleh."


Menurut Roger, Raden Saleh bahkan pernah membuat lukisan dari keluarga Baud, lengkap dengan anjingnya. Lukisan itu masih ada hingga kini, dan sejak dua tahun lalu ini dihibahkan ke KITLV - Leiden.


Berdasarkan berbagai literatur yang dibacanya, Roger bisa memahami bahwa posisi Raden Saleh semasa hidup di Eropa adalah sebagai orang yang terkenal.


"Abad ke 19 dia adalah seorang warga dunia, yang terkenal di kalangan atas. Dia menguasai lima bahasa, dan saat kunjungan pertama ke Inggris dia langsung diterima oleh Ratu Ingris. Dia sudah terkenal sebagai cendekiawan."


***


KITLV pada awalnya berdiri untuk mempelajari budaya, bahasa, sastra di Hindia Belanda hingga sekarang telah menjadi Indonesia.

Saat masa pendudukan Belanda selesai, keberadaan institusi ini sempat terhenti ketika Indonesia memasuki masa pendudukan Jepang sekitar tahun 1942.


Pada tahun 1969 KITLV kembali hadir dan membuka kantornya di Jakarta dibawah payung Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI).


Roger Tol menjelaskan, sampai sekarang, KITLV tetap hidup dengan misi yang kurang lebih sama, yakni untuk mempelajari budaya, humaniora, ilmu sosial dan pengetahuan soal Indonesia. "Untuk mengkoleksi arsip dan dokumentasi, bisa berupa buku, surat kabar, majalah, foto," ujarnya.


Mereka juga mengoperasikan sebuah perpustakaan, yang khusus untuk bidang humaniora. Seperti antropologi, sejarah, politik, sastra.

"Ini kami simpan dalam bentuk asli, dan juga digital. Teman-teman disini juga membuat katalogisasi yang langsung dihubungkan ke kantor pusat di Belanda melalui internet."


Kami juga menyediakan banyak bahan-bahan online, agar bisa diunduh gratis oleh semua orang di dunia. "Jadi itu intinya KITLV, koleksi, dokumentasi, penelitian dan penerbitan," kata Roger.


Menurutnya pendokumentasian ini bukan hanya untuk warga Belanda, tapi juga orang-orang Indonesia. Karena itu, mereka juga punya beberapa kolaborasi dengan lembaga-lembaga di Indonesia, seperti LIPI dan The Habibie Centre.


***


Menanggapi soal banyaknya arsip milik bangsa Indonesia yang lebih banyak terserap dan tersimpan di Barat, seperti soal karya seni Raden Saleh, misalnya.


Pria yang telah tinggal di Indonesia selama 10 tahun ini, memberikan pandangannya. "Khusus di bidang pengarsipan dan perpustakaan di Indonesia sepertinya status pengarsipan masih rendah," kata Roger yang membandingkan dengan status pengarsipan daan perpustakaan yang tinggi sekali di Eropa dan Amerika.


Roger berharap semoga kedepannya hal ini bisa diperbaiki dan memiliki kemajuan. "Karena tentu saja, arsip atau perpustakaan itu landasan untuk penelitian, ilmu pengetahuan dan menjadi dasar sebuah bangsa. Ini penting sekali."


Roger juga ingin meluruskan anggapan mengenai banyaknya data nasional kita, yang terserap di barat. Ia menceritakan sejarah, bahwa dulu ketika KITLV berada di Hindia Belanda, mereka memiliki saingan dari lembaga yang juga memiliki pergerakan serupa bernama Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen.


Semua arsip, dokumen, benda seni, artefak miliki lembaga tersebut, hingga saat ini masih berada di Tanah Air. "Koleksi artefak, patung-patung sekarang masih ada di Museum Nasional. Buku dan Dokumen masih ada di Perpustakaan Nasional."


"Sebetulnya tidak benar jika dibilang semua ada di luar, sebagian besar masih bisa ditemukan disini. Hanya pengolahannya memang beda. Sama dengan Arsip Nasional disini sebenarnya jauh lebih kaya dari segi bahan, daripada arsip di Belanda," kata Roger menjelaskan.


(utw/utw)