PPFI berdiri sejak 1956 dan anggotanya mendominasi produksi film nasional di angka 80 persen, dari seluruh peredaran film nasional di Indonesia dalam setiap tahunnya. Sebagai organisasi yang mendominasi pasar film, PPFI mengajak pemerintahan baru merumuskan bersama langkah ke depan memajukan film Indonesia.
Salah satunya dengan mengkritisi dan merumuskan ulang beberapa kebijakan mengirim delegasi mewakili Indonesia di sejumlah pasar film internasional. Diantaranya di European Film Market (EFM) atau pasar film Eropa yang berbarengan dengan gelaran Berlin Internasional Film Festival di Berlin, Jerman.
Kemudian turut serta membuka pavilion Indonesia di Cannes Film Festival di Cannes, Prancis. Lalu mengikuti Hong Kong International Film & TV Market for Entertainment atau pasar film Asia di Hong Kong, hingga ambil bagian dalam Mipcom atau pasar program TV internasional di Cannes, Prancis, dan beberapa program lainnya di Busan Korea, juga AFCI Locations Show Los Angeles di Amerika Serikat.
Menurut Ketua Umum PPFI Firman Bintang, dari sejumlah program di atas, hanya beberapa program keikutsertaan saja yang idealnya masih diikuti Indonesia. Diantaranya tetap mengikuti HK Filmart atau pasar film Asia di Hong Kong, dan meninggalkan untuk sementara EFM juga Mipcom.
Hal itu lebih baik dilakukan karena dengan mengalihkan dana di dua pasar film dan program TV di dua negara di Eropa itu. "Dananya bisa kita alihkan untuk memberikan beasiswa kepada sejumlah insan film muda berbakat dari Indonesia, untuk di sekolahkan di sejumlah sekolah film di Eropa dan Amerika, misalnya," kata Firman dalam keterangannya, Selasa (28/10).
Mengapa pasar film dan program TV di Eropa untuk sementara ditinggalkan dulu oleh Indonesia? menurut Firman konten film juga program TV Indonesia lebih cocok untuk pasar Asia, dan itu pusatnya di Hong Kong. Selain itu, dengan melakukan kurasi yang tepat, terukur dan profesional dengan menunjuk sebuah tim untuk memberikan beasiswa kepada sejumlah sineas muda Indonesia untuk di sekolahkan di sejumlah institusi pendidikan film di Eropa juga AS.
"Dana yang dikeluarkan pemerintah menjadi jauh lebih manfaat, karena pemerintah akan turut melahirkan sejumlah sineas muda berbakat," imbuh dia.
Tujannya, kualitas film Indonesia yang baik dari segi penceritaan, penyajian, dan semua lini yang membangun sebuah film berkualitas menjadi baik, dapat semakin segera terwujud. "Kalau kualitas film juga program TV sudah bagus, tanpa turut dalam berbagai pasar film juga program TV internasional sekalipun, film kita tetap akan dibeli pasar internasionl," ujar Firman yang juga produser dari rumah film BIC Production itu.
Meski dia juga menyadari, kekuatan sebuah pasar film juga program TV, baik untuk tingkat Asia juga Eropa tetap memegang peranan penting dalam pemasaran sebuah produk.
(ich/ich)