Sang Bandar Narkoba di Mata Anggita Sari

Jakarta - Freddy Budiman merupakan terpidana mati pemilik 1.4 juta butir pil ekstasi. Ia tengah mendekam di Lapas Batu, Nusakambangan. Lantas, seperti apa sosoknya di mata sang kekasih, Anggita Sari?

detikHOT berbincang dengan Anggita di daerah Warung Buncit, Jakarta Selatan. Sosok yang berprofesi sebagai model majalah pria dewasa itu pun bercerita tentang sang kekasih.


Anggita mengatakan, Freddy memang punya kebiasaan buruk mengkonsumsi narkoba. Setiap ia berkunjung ke Lapas Cipinang, sang kekasihnya itu seringkali mengkonsumsi sabu.


"Dia (Freddy) memang make (sabu) di sana (Lapas Cipinang). Cuma dia nggak pernah make di depan aku, karena dia tau aku nggak suka. Dia orangnya baik, menghargai aku. Kalau aku udah mau datang, dia pake (sabu) dulu. Nggak mau di depan aku," ungkapnya.


Banyak pihak yang mempertanyakan kenapa Anggita mau berpacaran dengan Freddy. Perempuan kelahiran Jakarta, 6 Desember 1991 itu pun punya alasannya sendiri.


"Image di luar sana Freddy Budiman tuh serem ya. Gembong (narkoba) terbesar di Indonesia. Cuma di balik itu, aku tahu sifatnya dia. Dia orang yang care, baik banget," ucapnya.


Kata Anggita, Freddy juga sosok pria yang humoris. Ia pun merasa bangga karena sang kekasihnya itu bisa tabah menghadapi vonis mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Barat medio Juni lalu.


"Dia punya kasus sebesar itu tapi dia bisa dengan tenang menghadapi itu semua. Itu aku salut banget. Tapi ya dia kadang curhat sedih juga ada. Ya itu manusiawilah," katanya.


"Kalau pas ketemu dulu, Bang Freddy sering meluk aku sambil nangis, curhat. Dia pengen ngerasain di luar (penjara) kayak mana," sambung finalis ajang For Him Magazine (FHM) Girl Next Door 2011 itu.



Selain itu, ada pula kabar, Anggita dekati Freddy karena materi. Ada kabar dirinya mendapatkan banyak aset. Namun sosok pemilik tinggi 165cm dan berat 47kg itu pun membantahnya.


Anggita memang saat itu mengaku rutin mendapatkan uang dari Freddy. Katanya dana itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, dan membayar kuliahnya di Universitas Bina Nusantara (Binus), Jakarta.


"Nilainya nggak sampai ratusan juta kayak media bilang. Aku per tiga bulan di Binus Rp 8 juta. Paling segitu. Juga ada buat kebutuhan-kebutuhan aku yang memang benar-benar dibutuhin aja. Kalau untuk aset sih, nggak ya," tandasnya.


(bar/mmu)