Asep Topan, Kurator Muda Yang Matang Lewat Praktek

Jakarta - Meski diharapkan punya wawasan seni yang mumpuni, jangan menganggap dunia kurasi hanya bisa dimasuki oleh mereka yang memenuhi angka usia tertentu saja. Nyatanya di Jakarta kini mulai muncul kurator-kurator muda dengan idealisme dan kreatifitas yang berkualitas pula.

Diantaranya adalah Asep Topan. Pria berusia 24 tahun ini adalah alumni Institut Kesenian Jakarta, Jurusan Seni Murni dan mengambil peminatan Seni Grafis, Angkatan 2007.


Sejak masih kuliah pria kelahiran 27 Juni 1989 ini rajin mengikuti beberapa eksibisi karya seni. Seperti di Japan Foundation, Galeri Soemardja Institut Teknologi Bandung, Jogja National Museum, Galeri Nasional dan lainnya. Awal ketertarikannya pada seni adalah karena hobinya menggambar.


"Saya ingin melakukan hal yang saya sukai dan yang saya bisa, supaya enggak terpaksa aja, jadi milihnya ke seni rupa," ujarnya kepada detikHOT (26/6/2013) di Setibudi One, Jakarta.


Namun Asep tak ingn mandeg hanya pada seniman yang aktif berkarya. Dia juga bergiat menjadi asisten dosen, pembicara pada workshop seni dan menjadi kurator pameran yang skalanya makin lama makin besar.


Begitu lulus pada tahun 2011, yang pertama dikerjakan Asep adalah jadi relawan penulis di acara Ok.Video. Lantas dia bergabung dengan Indonesian Street Art Database (ISAD) sembari banyak aktif di Ruang Rupa.


Tahun 2012 di acara Jakarta 32 Asep menjadi jadi koordinator workshop acara yang diselenggarakan Ruang Rupa itu sekaligus jadi editor buku. Di tahun kedua pasca lulus, Asep terlibat di penyelenggarakan berbagai pameran, termasuk ARTE Indonesia Art Festival.


"Di situ saya jadi asisten kuratornya mas Ade Darmawan. Waktu itu pameran dari seniman muda di Indonesia temanya digital," ujar Asep.


Pengalaman pertamanya menjadi kurator adalah ketika ia membuat pameran di Japan Foundation. Saat itu tidak ada kurator resmi, jadi Asep belajar lewak praktek kurasi karya seni langsung. "Bisa karena belajar langsung praktek. Tapi belum ada legitimasi saja kalau kita kurator. Ini kan juga enggak diajarin di kampus," katanya.


Sebagai seorang kurator muda, Asep beruntung karena bisa memanfaatkan berbagai teknologi dalam berkarya. Namun Asep menganggap teknologi juga sebagai tantangan. Menurutnya teknologi mestinya hanya digunakan sebagai medium untuk senimannya berekspresi.


Kontrol dari senimannya jadi penting untuk membuat karya dari media apapun. Asep yakin jika seniman memiliki gagasan artistik yang jelas dan kuat, apapun medianya pasti tetap berhasil. "Dan lagi biasanya seniman enggak terpaku dengan alat. Jadi mereka enggak diperbudak oleh teknologi."


Seperti halnya dengan teknologi Asep sendiri juga sering terinspirasi oleh kondisi lingkungannya seperti banjir atau kemacetan dalam mengolah sebuah karya. "Karena kalau mengambil tema-tema yang jauh dari keseharian, pernah coba, tapi dari saya sendiri menilainya kurang berhasil. Karena memang bukan apa yang saya jalani dan saya ketahui."


Sebagai seniman juga kurator yang datang dari generasi muda, Asep masih mengidolakan beberapa seniman yang lebih senior seperti Irwan Ahmett dan Ade Darmawan. Alasannya?


"Bukan sekadar karena karyanya saja. Tapi ke attitude-nya juga sebagai seniman. Percuma karya bagus tapi attitude enggak jelas. Attitude yang ideal ya dia menerapkan semua hal dalam hidupnya dalam sudut pandang seni," kata Asep.


Menurutnya, seniman harus bisa tampil sebagai manusia yang utuh dan bisa melakukan segala hal tidak hanya bisa membuat karya. Mulai dari berorganisasi, bersosialisasi, berpikir kritis, menuliskan gagasannya dan berkomunikasi dengan baik.


(utw/fip)