'Escape' Endah N Resha: Akhir Cerita Shane Harden

Jakarta - Shane Harden, seorang musisi dan ilmuwan yang hidup terpencil di Silence Island, sebuah pulau bisu tanpa musik, nada-nada, dan nyanyian. Shane pun memberontak dengan membuat musiknya sendiri dan menyelamatkan pulau itu dari kebisuan. Namun, suatu masalah mengharuskannya pergi ke masa lalu dengan mesin waktu yang ia ciptakan. Masa lalu ketika dunia masih berbentuk hutan belantara yang liar dan belum terjamah. Dengan mesin itu pula, ia pergi ke masa depan, walaupun ternyata masa depan tak sesuai dengan apa yang ia impikan sebelumnya.

Tentu saja Shane Harden, Silence Island, dan mesin waktu di sini bukanlah hal nyata. Shane Harden adalah karakter imajiner yang diciptakan oleh Endah N Resha, dan kisah ini adalah cerita yang mereka tuturkan dalam album ketiga, 'Escape', sekaligus sebagai penutup dari rangkaian album trilogi, setelah debut 'Nowhere to Go' (2009) dan 'Look What We've Found' (2010). Nama Shane Harden diambil dari anagram Endah N Resha dan lahir sebagai bentuk idealisasi duo yang juga pasangan suami-istri tersebut.


Seperti dalam cerita itu sendiri, album debut mereka bisa dibilang sebagai 'penemuan' yang berhasil, dan selesai bermain dengan hutan pantai Afrika dalam album kedua. Dan, 'Escape' mengakhiri trilogi itu dengan lebih rock, lebih alternative, dan lebih gloomy dibandingkan dua album sebelumnya. Album ini berisi 10 track berbahasa inggris, lengkap dengan bumbu-bumbu suara dari luar angkasa (di bagian awal) yang terdengar nyaman walaupun disandingkan dengan sebuah gitar bolong.


Judul pembuka 'Hypergalaxy Intro' adalah kumpulan suara luar angkasa yang menjadi cetak biru bagi album ini. Singkat namun mengejutkan bagi sebuah album akustik. Suara itu hadir kembali dalam lead single 'Silence Island', dan vokal datar Endah menceritakan tentang kekacauan yang terjadi di sebuah tempat akibat penggunaan teknologi yang tidak bertanggung jawab. "Craving for technology, it never comes to an end." Haus akan teknologi, namun tidak diimbangi dengan cinta.


Tapi, saya lebih menikmati setengah akhir album ini. Track ke-5 'Just Tonight' ditujukan untuk Anda para pencinta alternative. Bagi yang sudah mendengar 'Somewhere In Between' dan 'No Tears From My Eyes', kedua lagu ini punya riff gitar yang tak asing. Rock tidak selalu berarti agresif, seperti yang ditunjukkan pada ballad-rockustik 'Gone Forever'. Atau, 'Sun Goes Down', seperti mendengar Eagles reuni dengan menambah vokalis wanita. Namun, favorit saya tetaplah 'Alone In Loneliness'. Lagu ini menyadarkan saya kembali akan pentingnya storytelling dalam karya musik dan lagu.


'Escape' penuh dengan pemikiran radikal yang 'menyentil' realita dunia dan konsep yang menarik sejak awal. Penggabungan antara konsep visual dan audio yang sering dilupakan oleh musisi (lokal) saat ini, sekalipun luar angkasa itu harus berakhir dengan rock dan bukannya suara mesin-mesin penghancur. Saya tidak punya kalimat indah untuk mengajak Anda mendengar album ini, biarlah Anda sendiri yang memutuskan. Namun, biarkan saya yang mengakhiri ceritanya: Akhirnya Shane Harden memutuskan untuk 'pergi melarikan diri' (Escape) dari pulau Silence. The End.


Rendy Tsu (@rendytsu) music director radio, album reviewer dan blogger yang mendedikasikan tulisannya untuk musik.


(mmu/mmu)