Hal tersebut diungkapkan oleh Christine Hakim, salah satu aktris pendukung film arahan sutradara Garin Nugroho tersebut. Berbagai fakta sejarah diungkap, termasuk gaya hidup masyarakat zaman itu.
"Film ini bukan semata-mata film penokohan seorang Tjokroaminoto tapi juga situasi saat itu, bagaimana kota Surabaya saat itu," ungkap Christine saat ditemui di lokasi syuting yang bertempat di Yogyakarta, Selasa (7/10/2014).
Yang membuat film ini berbeda, ada sisi fashion yang ikut ditampilkan. Hal tersebut menonjolkan citra masyarakat Indonesia yang tak melulu menjadi pihak yang terbelakang.
"Ini kan kombinasi antara East dan West ya. Jadi sebetulnya dari sisi fashion itu juga ada, bahkan lebih awal lagi. Tren fashion ini juga sudah berkembanglah. Dan kemudian bagaimana Tjokro menjadikan fashion sebagai political statement dia. Pribumi itu tak selalu identik dengan pakaian yang terbatas sekali. Kan biasanya pribumi itu digambarkan dengan telanjang dada, kotor," tutur bintang film 'Cut Nyak Dien' itu.
"Kalau dilihat-lihat dari foto referensi sejarah pada saat kongres Sarekat Islam memakai tuxedo, itu bisa juga menunjukkan bahwa pribumi punya wawasan dan berpengetahuan yang luas. Ini adalah sebuah pemikiran yang visioner sekali, jadi pertemuan antarbudaya antar bangsa itu benar terjadi," sambungnya.
(wes/mmu)