'Tabula Rasa' Jadi Film Panjang Pertama Adriyanto Dewo sebagai Sutradara

Jakarta - Tabula Rasa adalah sebuah film bergenre drama keluarga yang mengangkat budaya dan masakan Minang. Ini adalah film panjang pertama sutradara Adriyanto Dewo.

Sebelumnya film pendek karyanya “Nyanyian Para Pejuang Sunyi” mengantarkannya ke penghargaan Sutradara Terbaik di Festival Film Indonesia keenam di Melbourne, Australia. Tak hanya itu, film pendeknya “Menunggu Warna” juga baru saja memenangkan Film Pendek Terbaik di festival film Europe on Screen pada bulan Mei tahun ini.


“Bisa dikatakan film ini bercerita tentang rasa, bukan hanya rasa yang hadir karena tema makanan yang menjadi penting, tetapi juga rasa–rasa lain yang hadir di kehidupan manusia. Rasa cinta, rasa kekecewaan, rasa kehilangan dan rasa rindu, rindu akan seseorang atau tempat yang kita cintai seperti yang dirasakan karakter–karakter dalam film ini.&rdquo

Dapur bukanlah sebuah tempat yang asing bagi Adri, tema makanan dan nostalgia menjadi hal yang alami buatnya, “Film ini akan terasa seperti mencicipi kembali makanan kesukaan kita saat kecil, penuh harmoni rasa rindu dan memori yang terlintas di benak kita saat melahap di suapan pertama.&rdquo

Di sela-sela sesi rekaman musik Tabula Rasa, sutradara fitur behind-the-scenes Yandy Laurens mewawancarai Adri. Beberapa bulan setelah proses produksi rampung, Adri berbagi cerita mengenai ketertarikan dan kedekatannya dengan naskah Tabula Rasa yang ditulis oleh Tumpal Tampubolon yang dapat disaksikan di Channel Youtube Tabula Rasa.


Film ketiga dari LifeLike Pictures yang diproduseri oleh Sheila Timothy ini akan mulai tayang di bioskop pada 25 September 2014. Tagline Tabula Rasa adalah “Makanan adalah iktikad baik untuk bertemu”.


Lewat masakan dan makanan keempat karakter ini bertemu, berusaha saling memberikan harapan dan semangat. Lewat masakan dan makanan, mereka berusaha saling memahami dan meleburkan perbedaan-perbedaan yang ada. Lewat masakan dan makanan pula, Hans mendapatkan sebuah pelajaran yang berharga tentang hidup. Mungkinkah Hans mendapat kesempatan yang baru untuk memulai kembali hidupnya tanpa adanya sebuah prasangka yang buruk?


(ich/ich)