Kembali ke Cat Air

Jakarta - Dominasi sapuan lembut warna cokelat menegaskan kesederhanaan, kelembutan, dan ketulusan yang ingin disampaikan Pothem dalam Mencari Kayu Bakar II (2013). Di sana ada seorang perempuan tua memanggul seikat besar kayu bakar, lebih besar ketimbang tubuhnya, tanpa alas kaki berjalan menuruni lereng. Sekelilingnya hutan. Matahari baru tergelincir dari atas kepala, menciptakan bayangan pendek di tanah. Pothem membiarkan banyak bidang putih di tepi bidang gambarnya.

Lain lagi dengan Ulun Ubud (2012) karya Iwan Aswan, yang mengeksplorasi warna hijau dan cokelat tua untuk lukisan candi bersisian dengan pohon kelapa, yang mengesankan watak kuat, keras, dan lurus. Sedangkan Wendibari banyak bermain dengan tumpukan warna dan garis pensil yang menegaskan detail obyek lukisnya.


Tiga pelukis lulusan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ/LPKD) itu menggelar “Pameran Lukisan Cat Air Pleasure” di Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 18-30 Desember. Pothem, yang bernama asli Herman Harsono, adalah lulusan LPKJ pada 1973, Iwan Aswan LPKJ 1980, dan Wendibari LPKD 1971.


Cat air adalah media konvensional yang tetap tampak kuat berkarisma di tengah riuh-rendahnya tawaran-tawaran sensasional era gadget. Keistimewaan lukisan cat air ada pada gaya ungkapnya yang berciri transparan. Terawang material ini menyisakan kebeningan, sehingga kanvas yang terbuat dari kertas masih terlihat putih. Nuansa warna-warna yang disapukan lukisnya ke atas kanvas memunculkan karakter air yang “mengalir”, atau basah.


Pothem, Iwan, dan Wendibari sudah lama mengakrabi cat air sehingga bukan lagi kendala untuk mengeksekusi gagasan. Sapuan-sapuan kuasnya meyakinkan, tak tampak kegamangan dalam tumpang-tindih warna-warna pada tingkat kebasahan tertentu, semuanya jadi elemen artistik yang tertata dan bercerita.


Melukis cat air dibutuhkan latihan terus-menerus untuk bisa menangkap esensi teknis dan mendapatkan sensasi-sensasi artistik yang signifikan. Banyak misteri artistik tak terduga dapat muncul saat terjadi tumpang-tindih warna, memanfaatkan transparansi, kondisi basah, dan “wet to wet” dari media. Dampaknya, sapuan-sapuan kuas menjadi sesuatu yang subtil.


Ingin tahu mengenai lukisan cat air yang digelar di TIM hingga akhir tahun ini? Simak artikel selengkapnya gratis di Majalah Detik edisi 161 (29 Desember 2014).


Simak juga 100 Momen Selebriti, hanya di detikHOT!


(tia/tia)