Media Desa Indonesia, Rumah Produksi di Balik Film-fim Berbiaya Fantastis

Jakarta - Industri film Indonesia sempat dikejutkan dengan munculnya film 'Merah Putih' yang kemudian menjadi trilogi, dengan bujet total yang diklaim mencapai Rp 70 miliar. Sejak itu, rumah produksi yang melahirkannya, Media Desa Indonesia, memposisikan diri lewat film-film produksi lanjutan dengan visi sama.

'Merah Putih' diproduksi secara kolaborasi antara Media Desa Indonesia (MDI) milik Hashim Djojohadikusumo dan rumah produksi film internasional Margate House milik Rob Allyn dan Jeremy Stewart. Saat mengerjakan trilogi 'Merah Putih' dan film produksi selanjutnya 'Java Heat', MDI menggaet beragam kru internasional.


Mereka bekerjasama dengan kordinator efek spesial dari Inggris Adam Howarth yang pernah terlibat dalam film 'Saving Private Ryan' dan 'Blackhawk Down', koordinator stunt Rocky McDonald (Mission: Impossible II, The Quiet American), penata rias dan artis efek visual Rob Trenton (The Dark Knight), penata perlengkapan perang John Bowring (Crocodile Dundee II, The Matrix, The Thin Red Line, Australia, X-Men Origins: Wolverine), dan asisten sutradara pertama Mark Knight (December Boys, Beautiful), serta produser Rusell Gray (Sex and the City).


"MDI berdiri 2009. Visinya adalah membuat film-film berkualitas tinggi," kata Eksekutif Produser sekaligus CEO MDI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dalam perbincangannya dengan detikHOT via surat elektronik.


Tahun lalu, MDI kembali bekerjasama dengan Margate House untuk memproduksi 'Java Heat' yang diklaim berbujet Rp 80 miliar. Kali ini tak hanya kru internasional yang digaet. Kellan Lutz dan Mickey Rourke didatangkan langsung dari Hollywood untuk beradu akting dengan Ario Bayu dan Atiqah Hasiholan.


Sara mengatakan bahwa model bisnis MDI dalam produksi filmnya memang selalu mengkolaborasikan kru internasional yang sudah berpengalaman di produksi film besar, dengan kru serta pemain lokal berbakat. Makanya baik di 'Trilogi Merah Putih' dan 'Java Heat', selalu memuncukan unsur kebudayaan lokal Indonesia, tetapi tetap memiliki cita rasa internasional.


Dengan biaya fantastis (ukuran produksi film Indonesia) dalam tiap produksi filmnya, Sara tentu menyadari bahwa sulit baginya jika hanya mengandalkan penonton Indonesia untuk balik modal. Ia pun selalu melirik pasar internasional sebagai jalur distribusi.


"Jika memiliki project yang menarik dan berbobot, ada banyak financial tools yang tersedia di film market seperti grants, incentives, presales, dan sebagainya. Business model MDI selalu untuk penjualan/distribusi domestik (Indonesia) dan 88 negara di international market," jelasnya.


Saat ini MDI tengah menyiapkan film terbaru mereka berjudul 'Gunung Emas Almayer' dengan skala produksi yang tak kalah besar. Film tersebut dijadwalkan tayang di bioskop pada 6 November mendatang.


(ich/mmu)