'Rurouni Kenshin: The Legend Ends': Akhir Kisah Samurai di Era Revolusi Meiji

Jakarta - Film ini adalah penutup dari trilogi kisah samurai Kenshin Himura --"battosai" si pembantai yang turut andil dalam revolusi pembentukan pemerintahan Meiji. Di era yang baru ini para samurai harus hengkang atau menyarungkan pedang mereka untuk tak pernah mengayunkannya lagi sebab hal itu kini dilarang secara hukum. Dalam situasi negara yang cukup damai, rupanya masih ada sisa-sisa samurai lama yang tak menghendaki pemerintahan baru berkuasa. Mereka dipimpin oleh Makoto Shishio, seorang battosai lainnya yang penuh dendam kesumat sebab ia pernah hampir dibunuh oleh aparat negara dari pemerintahan yang turun diciptakannya. Berbekal ilmu samurai tiada tandingan, dan memiliki sejumlah pengikut loyal yang amat mematikan, Shishio jadi ancaman serius bagi keselamatan warga dan negara. Kenshin Himura yang telah bertobat sebagai seorang pembunuh bengis tak kenal ampun, bersama sahabat-sahabatnya berusaha untuk menghentikannya.

Anak-anak dan juga ABG gaul yang hidup di awal milenium pasti mengenal betul sosok Kenshin Himura (atau Kenshi, bukan Kenshin) seperti yang diperkenalkan oleh serial animasi yang sempat menghiasi layar kaca nasional pada tahun 2000 silam. Serial bertajuk asli 'Rurouni Kenshin: Meiji Kenkaku Romantan' ini diubah judulnya menjadi 'Samurai X' agar terdengar lebih catchy untuk tayangan yang edar di luar Jepang lewat Columbia Pictures Television sebagai distributornya. Di Indonesia tayangan kartun ini disulihsuarakan ke bahasa Indonesia, termasuk juga mengganti pelafalan nama-nama tokoh di dalamnya seperti Kenshin menjadi Kenshi, Kaoru menjadi Kaori, dan lain-lain. Serial animasi ini begitu digemari hingga kemudian toko-toko buku dan tempat penyewaan komik rak bukunya ikut ramai dipenuhi pula oleh jejeran komik 'Samurai X'. Lantas tak mengherankan bila komik karya Nobuhiro Watsuki ini, maupun serial animasinya, kemudian diadaptasi ke dalam film. Walaupun dirasa agak terlambat, hasil akhirnya ternyata amat memuaskan baik untuk penggemar setia maupun penggemar baru.


Film ini merupakan lanjutan langsung dari jilid kedua 'Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno' yang berakhir menggantung; Kenshin terdampar di sebuah pantai setelah kalah bertarung di atas kapal melawan Shishio dan anak buahnya. Namun, bila Anda belum sempat menontonnya, atau bahkan belum menonton film pertama trilogi ini, jangan khawatir, tak akan kesulitan untuk memahami jalinan kisah film ini.


Episode 'The Legend Ends' ini dan juga dua jilid sebelumnya merupakan pengisahan ulang atau adaptasi yang cerdik nan cermat, bahkan mendekati sempurna, lewat jalan cerita yang baru. Trilogi ini mampu menangkap esensi dari 28 volume judul komik dan juga 96 episode serial animasinya ke dalam tiga judul film yang padat tanpa kehilangan cita rasa sumber aslinya yang telah melegenda itu. Terlebih untuk seri pamungkasnya ini, dalam 'The Legend Ends' asal usul Kenshin Himura, intrik politik penyebab perang, perjalanan Kenshin mendapatkan jurus mautnya, "hitten mitsurugi ryu" yang paling tersohor itu, terkuak dengan lancar, penuh humor, dan ketegangan yang makin memuncak dari menit ke menit hingga menjelang akhir. Film ini bahkan diakhiri dengan cara yang tak akan terlupakan.


Sutradara Keishi Ohtomo ('The Vulture') memahami betul materi film yang dibesutnya ini, dan terkesan sekali ia sendiri bak seorang penggemar sumber kisah aslinya. Sebab, trilogi film ini amat terasa lahir dari kecintaan seorang penggemar yang mendambakan sosok jagoan idolanya itu hidup sesuai dengan apa yang kita kenal selama ini. Ia mengerjakan film ini dengan amat serius, set yang megah, properti dan kostum yang sungguh menawan sesuai penggambaran dalam komik maupun serial animasinya dengan beberapa kostum tokoh yang dimodifikasi agar terlihat lebih nyata. Efek khususnya mumpuni, dengan koreografi pertarungan yang benar-benar mendebarkan; cepat, anggun, sekaligus mematikan.


Hampir semua aktor bermain apik memerankan karakternya masing-masing. Takeru Sato ('Kamen Rider Den-O) sebagai Kenshin bak AA Gatot sebagai Azrax, penampilannya tak tergantikan oleh siapa pun. Tatsuya Fujiwara ('Death Note') sebagai Shishio layaknya Tom Hardy sebagi Bane dalam 'The Dark Knight Rises', lewat sorotan mata dan gerak-geriknya saja ia mampu menciptakan kengerian. Munetaka Aoki ('Battle Royale II') sebagai Sanosuke Sagara amat lucu, jelas ia berhasil menghidupkan perannya sebagai tokoh paling konyol dalam legenda 'Samurai X' ini. Yusuke Iseya (Casshern') sebagai Aoshi Shinomori, Yosuke Eguchi ('Goemon') sebagai Hajime Saito, Ryunosuke Kamiki ('Spirited Away') sebagai Sojiro Seta, Emi Takei ('For Love's Sake') sebagai Kaoru, dan sederet aktor lainnya amat baik dalam perannya masing-masing.


Amat disayangkan film yang tengah tayang di Blitzmegaplex ini memiliki terjemahan teks bahasa Indonesia yang amat buruk; banyak dialog yang salah terjemahan, beberapa kesalahannya bahkan amat fatal. Misalnya satu dialog yang dalam teks bahasa Inggrisnya tertulis "You've served well' diterjemahkan menjadi "Rasakan ini!" Bila Anda memahami bahasa Inggris sebaiknya acuhkan saja teks bahasa Indonesianya yang jelas-jelas mengganggu sekali. Selain itu, 'Rurouni Kenshin: The Legend Ends' akan membawa pengalaman seru menonton film action yang sebenarnya kembali pada Anda. Menyaksikan adegan-adegan duel para samurai yang supercepat nan mencengangkan dalam film ini bahkan dapat membuat Anda terjungkal dari kursi bioskop. Secara kiasan film ini memang sedahsyat itu.


Shandy Gasella pengamat perfilman


(mmu/mmu)