'Endgame' Teater Garasi: Lelucon Pahit tentang Ketidakbahagiaan

Jakarta - "Mengapa kau tak membunuhku?"

Aku tak tahu caranya membuka lemari makan

Dialog yang terdengar aneh dan terkesan nggak nyambung itu adalah bagian dari absurditas lakon berjudul 'Endgame' karya sastrawan berdarah Irlandia Samuel Beckett. Teater Garasi dari Yogyakarta mementaskannya di hajatan Helateater di Komunitas Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (28/6) malam nanti hingga Minggu (30/6) pukul 20.00 WIB.


Hamm (Yudi Ahmad Tajudin) adalah seorang pria buta yang tak bisa bergerak. Dunianya hanyalah di atas kursi roda, di tengah-tengah ruang. Sepanjang hari, ia tak henti-henti memanggil pembantunya, Clov (Whanny Darmawan) yang selalu berkata, "Ada yang harus kukerjakan di dapur."


Clov juga punya 'cacat'; ia tak bisa duduk, terus saja bergerak dengan langkah yang patah-patah seperti robot. Sepatu boot-nya berdetak-detak di lantai, menimbulkan kegaduhan yang memekakkan telinga nyaris sepanjang pertunjukan. Ia selalu ingin meninggalkan Hamm, namun sang majikan itu selalu menahannya. Ada saja yang ingin dikatakannya, pertanyaan-pertanyaan, cerita-cerita yang tiada putusnya.


"Kamu sudah menanyakan itu jutaan kali," seru Clov pada suatu kali dengan kesal.

Tapi, dengan santai Hamm menyahut, "Aku menyukai pertanyaan-pertanyaan usang, jawaban-jawaban usang. Tak ada yang lebih baik dari itu."


Bila semua itu belum cukup absurd, maka tunggu sampai sepasang tong bertutup yang ada di sisi panggung memainkan perannya. Dari dua tong itu muncul masing-masing lelaki dan perempuan tua. Mereka adalah orangtua Hamm; dua-duanya tak berkaki dan tinggal di tong (sampah?) itu!


Inilah dunia mencekam rekaan Beckett, yang bersama-sama dengan 'Waiting for Godot' dianggap sebagai karya terpenting dari sutradara teater, penulis lakon, penyair dan novelis modernis terakhir (sebelum pascamodern) dari dunia Barat tersebut. Ia juga dianggap penulis penting dari jenis yang disebut sebagai Teater Absurd. 'Endgame' adalah lakon satu babak, tanpa cerita. Panggung adalah ruangan berdinding tinggi dengan dua jendela yang salah satunya menghadap ke pantai.


Lakon yang ditulis pada 1957 dalam bahasa Prancis dan dipentaskan pertama kali pada tahun yang sama di Royal Court Theater, London dalam bahasa aslinya itu merekam momen-momen ganjil dalam sehari. Momen-momen itu melibatkan 4 orang, Hamm dan pembantunya, Clov serta orangtua Hamm, Nagg (Kusworo Bayu Aji) dan Nell (Erythrina Baskoro). Dalam kondisi dan keterbatasan masing-masing, mereka saling bergantung, berinteraksi, berbagi cinta dan benci, mengatasi kekosongan, kesepian dan ketidakbahagiaan.


Hamm dengan 'kuasa'-nya meminta orang-orang di sekitarnya untuk bersedia mendengarkan ceritanya, dengan iming-iming permen coklat. Clov yang bosan selalu ingin meninggalkan Hamm dan selalu marah-marah. Sementara Nagg dan Nell membual tentang masa lalu mereka yang indah. Inilah lelucon pahit yang sesekali menertawakan dirinya sendiri, ketika Hamm berkali-kali berkata, "Sekarang aku yang bermain." Atau, ketika Clov naik tangga ke jendela, dan berseru bahwa dirinya telah melihat sesuatu, Hamm langsung menggerutu, "Semoga bukan plot tambahan!"


Dengan formasi aktor yang sama, Teater Garasi pertama kali mementaskan naskah 'Endgame' (terjemahan Yudi Ahmad Tajudin dan Jean Pascal Elbaz) di Yogyakarta pada 1998. Pada tahun yang sama, pentas tersebut digelar lagi di Surabaya, Bandung dan Teater Utan Kayu, Jakarta.


Disutradarai oleh Landung Simatupang, pementasan kali ini berdasarkan terjemahan baru, untuk meninjau kembali lakon tersebut setelah 15 tahun berlalu. Sekaligus, ini adalah retrospeksi atas 20 tahun perjalanan Teater Garasi. Bagi publik teater yang 15 tahun lalu menyaksikan pementasan tersebut, bisa membandingkannya dengan pentas di Salihara kali ini.


Bagi penonton "baru", lakon 'Endgame' Teater Garasi ini memberikan tontonan segar yang menggugah dan mencerahkan, di tengah musim semi drama musikal kolosal supemahal serba glamor belakangan ini. Pentas 'Endgame' menyajikan panggung yang sepi, 4 aktor yang berjibaku dengan seni akting tingkat tinggi, dialog yang padat dan 'berat', nyaris tanpa musik. Satu-satunya suara adalah bising dan berisik detak sepatu Clov, plus sesekali tutup tong yang dibanting.


Landung, 4 aktor yang sama dari 15 tahun lalu, plus tim aktor pelapis untuk sesi pertunjukan khusus, Minggu pukul 16.00 WIB, berikut seluruh tim produksi Teater Garasi telah melakukan pekerjaan besar yang mengagumkan. Di tengah berbagai pilihan tontonan di Jakarta akhir pekan ini, luangkan dan sempatkanlah untuk menyaksikan 'Endgame'!


(mmu/mmu)