Perjalanan Ondel-ondel Sebagai Penolak Bala

Jakarta - Ondel-ondel, sebagai ikon budaya Betawi sering dijumpai di beberapa wilayah di Jakarta seperti Cikini, Pasar Baru dan perumahan warga. Biasanya iring-iringan rombongan ondel-ondel dan pemusiknya diarak untuk meminta uang kepada penonton.

Tapi dulu awalnya, ondel-ondel hanya mengisi perhelatan yang dianggap sakral oleh budaya Betawi. Jacx Jazuri, tokoh Betawi yang memiliki sanggar seni dan juga seorang pembuat ondel-ondel, menjelaskan sekilas soal sejarahnya.


"Ondel-ondel kalau dilihat dari sejarahnya dulu, ini sudah muncul di abad ke-17," kata Jacx saat ditemui detikHOT di sanggarnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan.


Saat itu seorang penulis Belanda melihat di perkampungan Batavia ada iring-iringan boneka besar yang diramaikan dengan tabuhan alam dari peralatan di dapur.



Acara ini dulunya digelar sebagai sebuah ungkapan syukur pascapanen. "Sehingga ondel-ondel juga sering disebut sebagai Dayang Desa dan dianggap sebagai penolak bala," terang Jacx.


Sementara dalam dunia seni, ondel-ondel termasuk dalam jenis teater tanpa tutur. "Karena diiringi musik dan ini tari-tarian tanpa adanya dialog," jelasnya. Menurut pria yang rutin membuat ondel-ondel dalam berbagai ukuran dan kreasi ini, ondel-ondel banyak mengalami perkembangan.


Penampilannya tak hanya mengisi acara panen padi, namun juga meramaikan acara hajatan lainnya seperti pernikahan, sunatan atau acara ulang tahun Jakarta.


"Karena di Jakarta sawah sudah tidak ada, jadi tidak bisa menggelar acara panen raya," kata Jacx. Akhirnya ondel-ondel sekarang juga sering mengisi acara yang sifatnya lebih umum, seperti seminar budaya, acara kantor dan festival.


(ass/mmu)