Lakon Pementasan Sering Dibuat Guyon Oleh Slamet Gundono

Jakarta - Goenawan Mohamad masih ingat ketika seniman Slamet Gundono berkarya di komunitas Salihara pada 2009 silam. Saat itu, Slamet berkolaborasi dengan Elizabeth D. Inandiak dalam lakon 'Cebolang Minggat'.

"Naskah sebegitu erotisnya bisa dibuat guyon oleh Slamet Gundono," katanya di Salihara Kamis pekan lalu (13/2/3014).


Bukan lantaran ia meremehkan naskah kisah Centhini dalam lakon tersebut, tapi memang itu ciri khasnya. Beruntungnya, Gundono menggunakan versi yang disadur oleh sastrawan Prancis dan mengatakan, "Ini adalah Centhini abad ke-21."


"Hingga subuh aku lihat zakarnya menggantung di tanah seperti tikus kecil," begitu salah satu dialog dalam 'Cebolang Minggat'. Ia pun menimpalinya dengan tabuhan gendang dan kata 'eaaa'.


"Saat pentas atas undangan Sri Sultan pun dia bisa dan berani menampilkan guyonan-guyonan sindiran buat apa nyapres. Itulah uniknya Gundono," ujarnya.


Dalam capingnya yang berjudul 'Cebolang', Goenawan menuliskan, "Teater itu bernama Slamet Gundono. Dengan tubuh 300 kilogram lebih ia tetap bisa bergerak ritmis seperti penari."


Dalam pementasan wayang suket, kata dia, itu adalah ruang yang bebas bagi penonton untuk membangun imajinasi. Gundono mampu mengubah wayang tradisional yang tadinya tak boleh diganggu menjadi lebih dinamis.


Artinya, seniman harus terus mencari dan pencariannya tak pernah usai. Penyakit yang diderita Gundono, Goenawan menceritakan jika dilihatnya sudah dari pertemuannya terakhir di Salihara.


Saat itu, memang Gundono sudah terlihat tidak sehat. "Waktu ada pertunjukan internasional dan itu menurutku pentas yang gagal, meski para bule bertepuk tangan meriah dan menyukainya pentas," kata Goenawan.


(tia/utw)


Berita ini juga dapat dibaca melalui m.detik.com dan aplikasi detikcom untuk BlackBerry, Android, iOS & Windows Phone. Install sekarang!