Menikmati Seni Dari Lobi Hotel

Jakarta - Sebenarnya ini bukan kali pertama menjejakkan kaki di Grand Kemang Hotel, Jakarta Selatan. Namun, sore itu terasa berbeda. Ada begitu banyak karya seni tersebar hampir di seluruh area publik.

Bentuknya macam-macam. Lukisan, instalasi foto, patung, video, hingga kursi yang diperkirakan memang disediakan pihak hotel, ternyata juga merupakan karya seorang seniman.


Oh, ternyata hotel ini dijadikan tempat pameran seni kontemporer, Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD) 2013. Bukan yang pertama kali, melainkan sudah empat kali berturut-turut.


Memang bukan hanya di Grand Kemang saja pameran sejenis dilangsungkan. Setidaknya beberapa hotel lain seperti Grand Sahid Jaya, Grand Hyatt, atau Hotel Indonesia Kempinski pernah ambil bagian. Tapi, sekali lagi, kebanyakan hanya sebatas pameran foto dan lukisan.


CEO Mesa Hotel & Resorts, induk Grand Kemang Hotel, Richard Daguise bilang, hotel ini bukan hotel biasa yang sekedar menawarkan hunian nyaman, melainkan sebuah perpaduan konsep seni dan gaya hidup.


"Ya, saya pikir hotel tidak cuma menjual kamar, tapi ada banyak yang bisa dilakukan seperti perhelatan ICAD ini," kata Richard di Grand Kemang Hotel, Jakarta, Jum'at (30/8).


Meski demikian, perdebatan kerap muncul ketika idealisme seniman tersebut dianggap kontroversial dan berpotensi menimbulkan imej tertentu yang dapat merugikan pihak hotel.


"Perdebatan pasti ada, tapi bagaimana kita bisa berkompromi dan bersinergi satu sama lain," ujarnya.


Richard mengaku dirinya bukanlah seseorang yang memahami seni, terlebih aliran seni kontemporer. Pria asing yang mahir berbahasa Indonesia itu lebih suka mengamati sekaligus menikmati.


Dia menilai, pergelaran ICAD tahun ini memiliki konsep berbeda dari tahun lalu. Perbedaannya terletak pada peningkatan jumlah peserta dan ide yang jauh lebih segar.


"Tahun ini lebih berani. Semua seniman di pameran kali ini sangat banyak, ada yang berani, ada yang konservatif. Tadi pagi waktu pertama lihat, jujur saja saya sendiri sulit mengerti (makna karya seni), tapi ini menarik," kata Richard.


Salah seorang pengunjung, Almira, 20 tahun, terlihat kagum pada sebuah kolaborasi karya foto, musik, dan interior Francis Surjaseputra dan Doddy Obenk. Karya bertajuk '7' ini menampilkan tujuh foto kaki telanjang wanita tanpa badan dan wajah. Yang menarik, foto ini tidak di-display di ruangan terbuka, melainkan di sebuah sekat khusus bernuansa hitam remang-remang.


"Saya kira ini ruangan apa gitu, ternyata ada pameran juga. Disediakan kursi dan suara-suara sambil lihat foto kaki ini, seru aja," ujar Almira yang datang bersama dua orang teman.


Mahasiswi jurusan arsitektur di sebuah perguruan tinggi swasta ini awalnya tidak memahami makna dibalik instalasi foto tersebut. Baru setelah melihat profil dan penjelasannya, ia mulai mengerti.


Rasa tidak mengerti juga dialami Sandi, 22 tahun, pengunjung lain. Dia hanya melihat ada dua becak yang dicat putih terpajang di tengah lobi hotel, entah apa maksudnya. Ini adalah karya seniman muda Dharma Prayoga.


"Mungkin disitu ya serunya lihat karya seni. Sebelum dijelaskan, kita dibiarkan berimajinasi bebas tentang makna dibalik karya itu. Ya kan seni nggak perlu dipahami juga, dinikmati saja sudah bikin senang," kata Sandi.


Mahasiswa jurusan perhotelan itu berkomentar, pameran-pameran seni semacam ini perlu dibuat lebih banyak dan lebih sering lagi untuk memacu kreativitas generasi muda dan mengembangkan kecintaan pada seni.


"Menurut saya ICAD ini bagus banget. Buat senimannya, mereka punya wadah berkreasi. Sementara buat orang awam kayak saya, bisa buat belajar melihat keindahan seni dari karya-karya yang unik dan menarik," ujarnya.


(fip/fip)